Studi Lagi-lagi Bawa Kabar Kurang Enak soal COVID-19, Apa Temuannya?

ADVERTISEMENT

Studi Lagi-lagi Bawa Kabar Kurang Enak soal COVID-19, Apa Temuannya?

Vidya Pinandhita - detikHealth
Rabu, 04 Jan 2023 16:12 WIB
Virus In Red Background - Microbiology And Virology Concept
Foto: Getty Images/iStockphoto/loops7
Jakarta -

Sebuah riset menyebut virus Sars-COV-2 menyebar ke seluruh tubuh dan bisa menetap di otak hingga delapan bulan sejak seseorang terinfeksi. Lantas, bisa seperti apa dampaknya?

Dikutip dari Mint, temuan tersebut mengacu pada evaluasi sampel hasil otopsi oleh National Institutes of Health (NIH) di Amerika Serikat pada April 2020 hingga Maret 2021. Sampel tersebut diambil dari 11 pasien COVID-19, tepatnya pada sampel sistem saraf secara menyeluruh termasuk otak. Hasil studi tersebut kemudian dipublikasikan di Nature.

Usia rata-rata tubuh yang diambil sampelnya adalah 62,5 tahun, 3 persen di antaranya adalah perempuan. Tiga atau lebih penyakit komorbid dialami oleh 27 orang (61,4 persen). Jumlah rata-rata hari antara timbulnya gejala dan kematian adalah 18,5.

Hasil riset menyebut, replikasi virus terlihat selama dua minggu pertama setelah timbulnya gejala di sejumlah bagian tubuh non-pernapasan.

Para peneliti juga menemukan virus SARS-CoV-2 hidup dari berbagai organ dalam tubuh, baik di dalam maupun di luar sistem pernapasan seperti kelenjar adrenal, mata, otak, jantung, kelenjar getah bening, dan saluran pencernaan. Sebanyak 25 dari 55 spesimen yang diuji (45 persen) memiliki virus yang menetap atau terisolasi.

Mengacu pada analisisnya, SARS-CoV-2 sebagian besar menginfeksi dan merusak jaringan paru-paru dan saluran napas. Para peneliti juga menemukan RNA virus di cairan tubuh pada 84 tempat yang berbeda. Mereka mengidentifikasi RNA virus 230 hari setelah pasien mulai mengalami gejala COVID-19.

Di bagian hipotalamus dan otak kecil satu pasien, sumsum tulang belakang, dan ganglia basal pada dua pasien, para peneliti menemukan RNA dan protein SARS-CoV-2. Namun, mereka menemukan kerusakan yang kecil pada jaringan otak.

India sebelumnya mengumumkan bahwa mulai 1 Januari, semua pengunjung dari China, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Thailand akan diwajibkan menjalani tes PCR. Di Amerika Serikat, hingga 40,5% infeksi baru disebabkan oleh subvarian omicron XBB.1.5.

Lihat juga video 'Menkes Ungkap Cara Identifikasi Varian Baru Covid-19':

[Gambas:Video 20detik]



(vyp/kna)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT