Viral potongan video Ade Rai menjelaskan kaitan cara bernapas dengan tingkat stres. Beberapa warganet menangkap, pernapasan lewat dada lebih bisa memicu stres. Padahal rupanya tak berarti pernapasan dada adalah hal yang salah. Bagaimana penjelasannya?
Pada dasarnya, cara bernapas merepresentasikan pikiran seseorang. Orang yang sedang marah atau sedih umumnya bernapas dengan tempo cepat dan tarikan napas pendek-pendek melalui dada. Sedangkan orang yang sedang tenang atau bahagia umumnya bernapas dengan tempo lebih panjang, dengan perut yang mengembang ketika tubuh menarik napas.
"Kalau kita berbicara napas, napas itu sendiri sebenarnya lebih kepada kalau kita itu napas kita itu kan biasanya gambaran cerminan dari gerak pikiran kita. Sebaliknya, gerak pikiran kita adalah cerminan dari napas kita. Contohnya, Anda lagi marah, kesal, sebal, kecewa, itu biasanya napasnya pendek dan cepat," terang Ade Rai pada detikcom, Selasa (14/3/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedangkan ketika Anda lagi happy, banyak rejeki, jatuh cinta misalnya, napasnya biasanya lebih panjang dan pelan. Jadi, kita bisa melihat di sana ternyata gerakan napas kita adalah cerminan dari apa yang kita pikirkan," imbuhnya.
Lebih lanjut Ade Rai meluruskan, stres sebenarnya tidak selalu merupakan hal burk. Pada beberapa kondisi, stres sebenarnya diperlukan oleh tubuh untuk bekerja atau memberikan reaksi atas sebuah kejadian di hidup.
Namun, yang berbahaya adalah jika stres akibat emosi terjadi terus-menerus. Misalnya, imbas ketakutan atau kecemasan akan masa depan atau masa lalu.
"Stres nggak apa-apa juga. Ada istilah yang menyebut namanya stres by design. Contohnya, kalau Anda puasa, kira-kira badan menjadi stres? Jawabannya, ya. Tapi gara-gara puasa, akhirnya Anda menjadi membakar lemak. Jadi, stres kita gunakan untuk membakar lemak," jelasnya.
"Waktu Anda berolahraga, Anda stres? Ya, Anda menjadi stres karena berolahraga. Tapi kelar olahraga, badannya menjadi tambah kuat. Jadi kata 'stres' itu tidak boleh dimaknai secara negatif. Kata 'stres' itu lebih kepada memang sebuah respons yang cerdas dari tubuh kita membuat yang namanya adaptasi secara fisiologis terhadap situasi," sambung Ade Rai.
NEXT: Bernapas dengan perut atau dada, lebih dianjurkan yang mana?
Lantaran pernapasan mencerminkan perasaan dan pikiran, tentu saja pernapasan yang panjang lewat perut lebih dianjurkan daripada pernapasan dada. Menurut Ade Rai, tidak ada teknik khusus untuk bernapas dengan perut. Yang penting, tempo membuang napas harus lebih panjang dibandingkan tempo tarikan napas.
"Nggak ada (teknik khusus), tarik napas saja dengan membusungkan perut. Jadi ketika tarik napas apakah dari hidung atau mulut, perutnya maju ke depan baru dada mengikuti. Begitu pas buang napas, baru dadanya mundur perutnya mengikuti," beber Ade Rai.
"Kalau kita nariknya cuma kuat tiga detik berarti buangnya empat detik. Kalau kita bisa nariknya empat detik berarti buangnya lima detik. Jadi jangan buangnya lebih sedikit. Karena kalau buangnya lebih sedikit biasanya tarik dua detik, buang satu detik, biasanya napas kita dari dada. Itu mengaktivasi stress response," pungkasnya.
Simak Video "Video: Ratusan Anak Terjangkit ISPA-Penyakit Kulit Pascabanjir di Sumut"
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/naf)











































