Lima tahun yang lalu, Liu Dewei membuka TK Beilei di Kabupaten Ronxian, Guanxi, China Selatan. Sebanyak 140 anak mendaftar di TK di daerah yang memiliki 656.000 penduduk tersebut.
Angka tersebut menurun hingga menjadi 30 anak pada 2020 akibat pandemi COVID-19. Akan tetapi, angka tersebut tetap tidak berubah meskipun Beijing telah melonggarkan aturan COVID pada akhir tahun lalu.
"Tidak ada anak," ujar Liu dikutip dari Channel News Asia, Selasa (14/2/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Liu menginvestasikan jutaan Yuan untuk membangun TK tersebut. Menghadapi kebangkrutan, dia mempertimbangkan untuk menutup TK-nya.
"Itu terlalu sulit," kata Liu.
TK swasta di seluruh China, sekarang sedang berjuang dengan penurunan pendaftaran yang sejalan dengan resesi seks yang menyebabkan angka kelahiran di negara tersebut yang terus anjlok.
Data resmi mencatat, angka kelahiran China menurun dari 18,8 juta pada 2016 menjadi 9,5 juta pada 2022. Angka tersebut merupakan angka terendah sejak 1949.
Menurut data dari Kementerian Pendidikan China, jumlah TK swasta dan pendaftarannya turun untuk secara dua tahun berturut-turut pada 2021.
Kurangnya dana negara dan dihadapkan pada pengawasan pemerintah yang lebih ketat, bisnis TK swasta berada di garis depan krisis demografi Negeri Tirai Bambu ini dan banyak yang berada dalam bahaya finansial karena penurunan pendapatan dari biaya sekolah. Bahkan TK swasta di kota-kota terpadat di China merasakan dampaknya.
Lucy Wang, seorang ibu dari dua anak yang tinggal di Shanghai, mengatakan dia telah memperhatikan perbedaan jumlah pendaftaran di TK anak-anaknya.
"Ada tujuh kelas ketika anak saya di sana antara tahun 2015 dan 2018, dan ketika giliran adik perempuannya pergi pada tahun 2021, hanya ada empat kelas, dan ukuran kelas juga menyusut," kata Lucy.
Lembaga layanan pendidikan di Beijing, Sunglory Education Research Institute memperkirakan ada 30-50 persen TK yang beroperasi pada awal dekade ini akan gulung tikar pada 2030 akibat penurunan jumlah murid.
Pakar demografi dari Nankai University's School of Economics Profesor Yuan Xin menyebut membalikkan tren akan sulit, meskipun ada perubahan kebijakan untuk mendorong angka kelahiran. Pada 2016, China membatalkan kebijakan satu anak yang kontroversial, sebelum semakin melonggarkan batasan jumlah anak yang dapat dimiliki sebuah keluarga menjadi tiga pada tahun 2021.
Pemerintah daerah telah meluncurkan serangkaian insentif bagi pasangan, termasuk memperpanjang cuti hamil dan melahirkan serta menawarkan hadiah uang tunai bagi keluarga yang memiliki anak kedua atau ketiga. Namun, Yuan mengatakan banyak faktor yang membuat angka kelahiran lebih rendah seperti:
- Biaya membesarkan anak
- Biaya tempat tinggal
- Perempuan yang lebih memilih pendidikan dan karir
- Konsep 'childfree' atau tidak memiliki anak.
TK swasta menanggung beban terbesar di tengah tindakan keras yang lebih luas terhadap pendidikan swasta yang diharapkan Presiden Xi Jinping akan membantu mencapai 'kemakmuran bersama'.
Pemerintah telah mencoba mengubah institusi milik swasta menjadi institusi yang terjangkau, yang membebankan biaya sesuai pedoman pemerintah dan menerima subsidi negara.
Direktur Institut Penelitian Pendidikan Abad 21 Xiong Bingqi, memperingatkan bahwa penutupan TK dalam skala besar tidak dapat dihindari jika rasio guru-murid tidak berubah. Nasib serupa pada akhirnya dapat menimpa sekolah dan perguruan tinggi.
"Tetapi jika kita mengambil kesempatan ini untuk menaikkan rasio ini, yang terlalu rendah di banyak bagian China, banyak guru tidak harus kehilangan pekerjaan dan kita akan memiliki pendidikan prasekolah yang lebih berkualitas," kata Xiong.
Xiong menuturkan rasio guru-murid China adalah 1:15. Sementara itu, di negara-negara maju rasio guru-murid biasanya berkisar antara 1:10 dan 1:5.
"Begitu juga dengan perguruan tinggi. Kami melihat banyak universitas dengan kelas besar, 100 atau 200 siswa dalam satu kelas, yang merupakan salah satu masalah utama di balik rendahnya kualitas pengajaran yang kami keluhkan," katanya.
Xiong menyarankan agar pemerintah meningkatkan dukungan keuangan untuk semua TK, termasuk TK swasta.
Yan Suyan, kepala TK Eksperimental Huana di Baoding, provinsi Hebei, setuju bahwa penurunan angka kelahiran juga berarti peluang untuk layanan pra-sekolah yang lebih baik.
"Seluruh sektor terpukul oleh penurunan pendaftaran," kata Yan.
"Sejumlah besar taman kanak-kanak akan hilang dalam tiga atau lima tahun, dan mereka yang ingin bertahan harus meningkatkan daya saingnya," lanjutnya.
Namun bagi Liu, pemilik taman kanak-kanak dari Guangxi, prioritasnya saat ini adalah mengendalikan biaya. Liu merasa putus asa jika keadaannya terus memburuk pada tahun ini.
"Saya tidak berani menambah peralatan lagi sekarang," tutur Liu.
"Kurasa aku akan menutupnya saja jika keadaan tidak membaik tahun ini," pungkasnya.











































