Pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan adanya perbedaan data dengan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) DKI soal uji obat sirup pasien gagal ginjal akut.
Menurut Kepala Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan BPOM, Mohamad Kashuri, integritas sampel yang diuji menjadi salah satu faktor yang bisa menyebabkan perbedaan hasil.
"Terkait dengan perbedaan hasil uji, apa sebabnya? Sangat banyak faktornya yang pertama terkait dengan integritas sampel. Homogenitas di dalam preparasi sangat menentukan," ucap Kashuri dalam rapat kerja bersama Komisi IX, Rabu (16/2/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu saja, kualitas peralatan hingga kompetensi sumber daya manusia (SDM) juga bisa sangat berpengaruh. Hal ini dapat menentukan bagaimana interpretasi data dari hasil uji sampel obat sirup.
"Kemudian yang kedua adalah peralatan, apakah peralatan sudah dikalibrasi dan bekerja sesuai dengan sistem yang sudah ditetapkan apa tidak," lanjut Kashuri.
"Yang ketiga adalah kompetensi SDM ini sangat menentukan. Di mana SDM ini akan memiliki otoritas di dalam melakukan teknik analisis interpretasi data juga sangat memungkinkan hasilnya berbeda," sambungnya lagi.
Kashuri menekankan, jika proses pengujian sampel obat sirup yang dilakukan BPOM sudah menggunakan standar nasional maupun internasional.
"Sensitivitas alat juga demikian, bagaimana dengan uji yang dilakukan Badan POM? Kami telah menetapkan standar yang sudah diakui oleh konsensus nasional maupun internasional," pungkasnya.
Adapun sebelum kemunculan kasus baru gagal ginjal akut pada anak, BPOM RI menyatakan jika obat sirup aman untuk digunakan. Sementara Labkesda DKI menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menemukan ada jejak etilen glikol dan dietilen glikol di luar ambang batas pada kasus gagal ginjal akut terbaru.
(Averus Al Kautsar/naf)











































