Presiden RI Joko Widodo menyinggung ada sekitar 2 juta warga Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negeri dibandingkan di negara sendiri. Sebenarnya penyakit apa sih yang membuat warga sampai harus mendapatkan penanganan di negara lain?
Menjawab itu, spesialis ortopedi dari RSUP Fatmawati, dr Anggaditya Putra, SpOT, menjelaskan kemungkinan warga yang memilih berobat di luar negeri dilatarbelakangi kurangnya pemahaman kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Pasalnya, alat dan SDM di Indonesia pun sebenarnya tidak kalah memadai dibandingkan di negara lain.
Namun terkait jenis penyakit, menurut dr Anggaditya, beberapa orang yang memilih berobat di luar negeri mungkin diakibatkan penyakit mengancam nyawa, seperti jantung dan kanker.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyakit life-threatening, seperti jantung, pembuluh darah, atau penyakit-penyakit yang membutuhkan terapi, yang belum ada di Indonesia kanker dan sejenisnya. Dari situ kita nggak bisa ploting yang mana berada secara demografis lebih dekat. Misalnya di Sumatera lebih dekat ke sana (ke negara tetangga)," ungkapnya dalam konferensi pers di RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2023).
Hingga kini, belum ada data yang pasti terkait kelompok masyarakat mana yang menjalani pengobatan di luar negeri, baik dari segi lapisan masyarakat maupun lokasi geografis.
"Kita belum punya number-nya mungkin. Harus mempunyai suatu sistem sehingga punya tools untuk melihat yang kita lakukan ini sudah baik atau belum," pungkas dr Anggaditya.
Sebelumnya sempat disinggung oleh Presiden Jokowi melalui cuitannya di Twitter @jokowi, setiap tahun bisa ada sekitar 2 juta warga Indonesia berobat ke luar negeri. Imbasnya, negara kehilangan devisa Rp 165 triliun karena modal keluar.
"Hampir 2 juta orang Indonesia masih memilih berobat ke luar negeri setiap tahun. Kurang lebih 1 juta ke Malaysia, 750 ribu ke Singapura, sisanya ke Jepang, Amerika, Jerman, dan lain-lain," beber Jokowi dalam cuitannya.
(vyp/naf)











































