Ramai pria asal Surabaya hampir meregang nyawa saat berhubungan seks. Ini terjadi setelah pecahnya pembuluh darah di otaknya. Kasus ini menjadi perhatian dunia hingga dimuat dalam jurnal medis internasional Radiology Case Report.
Dikutip dari Science Direct, dokter belum menjelaskan penyebab aneurisma pria itu mendadak pecah. Namun, kondisi ini umumnya disebabkan oleh olahraga berat yang memicu sesak napas, lonjakan detak jantung, cedera di kepala.
Petugas medis dari RSUD Dr Soetomo yang menangani pasien tersebut mengungkap tidak ada riwayat trauma atau keluhan lain sebelum pria itu dirawat di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia juga tidak pernah mengonsumsi obat antikoagulan, antiplatelet, atau disfungsi ereksi yang dapat meningkatkan risiko menderita aneurisma," tulis peneliti.
Hasil pemeriksaan fisik rutin menemukan pria berusia 42 tahun tersebut mengalami tekanan darah tinggi sebesar 183/105 mm Hg. Ia juga mendapat skor 6 dari 15 dalam Skala Koma Glasgow untuk menilai respons mata, verbal, dan motorik yang menunjukkan cedera otaknya parah.
Kemudian, berdasarkan hasil CT scan pria itu memiliki SDH (subdural hematoma) di sisi kiri otaknya yang membengkak sebesar 0,4 cm.
Petugas medis memberi pria itu obat antikejang fenitoin yang sering digunakan untuk mengobati serangan epilepsi. Seminggu kemudian, ia menjalani angiografi serebral (pemindaian yang memberikan gambar pembuluh darah di dalam dan sekitar otak). Terungkap, panjang aneurisma sebesar 0,8 mm.
Ia menjalani operasi untuk memperbaiki aneurisma yang pecah dan meredakan pembengkakan serta tekanan di otak. Ia juga berusaha memulihkan fungsi sisi kanan tubuhnya. Namun, ia mengalami kerusakan permanen pada saraf okulomotor di mata kirinya yang mengontrol pergerakan otot mata, penyempitan pupil, dan membantu memfokuskan mata.
Apa itu Aneurisma?
Dikutip dari National Health Security (NHS), aneurisma otak adalah benjolan pembuluh darah berbentuk balon di otak. Jika pecah, aneurisma menyebabkan pendarahan otak atau stroke hemoragik yang dapat berakibat fatal. Pecahnya aneurisma membutuhkan penanganan medis segera.
Sekitar 3 dari 5 orang yang mengalami perdarahan subarachnoid meninggal dalam waktu 2 minggu. Separuh dari mereka yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak parah dan cacat.
Spesialis saraf RS Pondok Indah (RSPI) Jakarta Selatan dr Rubiana Nurhayati SpS mengatakan aneurisma bisa pecah kapan saja, bahkan tanpa gejala. Aneurisma adalah penyakit kongenital atau bawaan sejak lahir.
Sebagian orang dapat mengalami gejala tertentu sebelum aneurisma pecah, antara lain:
Rasa sakit di atas atau di belakang mata yang memburuk hingga tidak kunjung hilang
- Mati rasa
- Merasa lemah
- Lumpuh atau kedutan pada satu sisi wajah
- Gangguan penglihatan, seperti mata kabur atau ganda
- Pupil melebar hanya di satu mata
Pengidap sering tidak menyadari penyakit ini. Aneurisma hanya bisa dideteksi melalui Magnetic Resonance Angiography (MRA), yaitu pemeriksaan radiologi yang memanfaatkan resonansi magnet khusus untuk pembuluh darah (vaskuler).
"Jadi aneurisma ini bisa kita cegah kalau kita sudah tahu gitu," kata dr Rubiana kepada detikcom beberapa waktu lalu.
(naf/naf)











































