Varian Arcturus Diduga Biang Kerok Lonjakan COVID India, Sefatal Apa Gejalanya?

Varian Arcturus Diduga Biang Kerok Lonjakan COVID India, Sefatal Apa Gejalanya?

Vidya Pinandhita - detikHealth
Sabtu, 08 Apr 2023 13:00 WIB
Varian Arcturus Diduga Biang Kerok Lonjakan COVID India, Sefatal Apa Gejalanya?
Foto: Getty Images/loops7
Jakarta -

India kembali diterpa kenaikan kasus COVID-19, kali ini diduga dipicu oleh subvarian Omicron XBB 1.16. Kini diketahui, varian tersebut telah bermutasi lebih lanjut dan subtipe turunannya XBB.1.16.1 telah terdeteksi di India.

Sejauh ini, hasil mutasi tersebut telah memicu 113 kasus di India, sebagian besar kasus terkonsentrasi di Gujarat dan Maharashtra.

XBB adalah subvarian Omicron dan merupakan yang paling umum di antara subvarian-subvarian lainnya. Empat ratus sub-varian baru Omicron telah diidentifikasi di India dalam 15 bulan terakhir. Dari jumlah tersebut, 90 persen dari semua varian adalah XBB.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga kini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa subtipe XBB.1.16.1 memicu gejala lebih berat dibandingkan varian Corona lainnya. Namun, badan medis masih sedang melacak dengan cermat semua varian Omicron.

Gejala XBB.1.16 sama dengan gejala akibat subvarian Omicron lainnya yakni berupa demam, batuk, pilek, pilek, sakit kepala, badan pegal, kadang sakit perut dan diare. Sebagian besar pasien juga bisa menjalani perawatan di rumah.

ADVERTISEMENT

Dalam kesempatan terpisah, pemimpin teknis COVID-19 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dr Maria Van Kerkhove, menjelaskan karakteristik Omicron XBB 1.16 ini sangat mirip dengan XBB 1.5.

Menurutnya, XBB 1.16 memiliki satu mutasi tambahan pada protein lonjakan. Menurut penelitian laboratorium, mutasi tersebut memicu peningkatan infektivitas, serta potensi peningkatan patogenisitas. Dengan begitu, subvarian Omicron XBB 1.16 bersifat lebih mudah menular dan bisa lolos dari kekebalan yang terbentuk dari vaksin COVID-19 dan infeksi alamiah.

"Jadi, itu salah satu yang kami pantau dan kami pantau karena ada potensi perubahan yang perlu kami awasi dengan baik," ungkapnya dikutip dari laman resmi WHO.




(vyp/vyp)

Berita Terkait