Produk mi instan Indomie rasa Ayam Spesial baru-baru ini ditarik peredarannya di Taiwan. Hal ini dikarenakan produk tersebut mengandung Etilen Oksida (EtO) yang merupakan zat karsinogen atau pemicu kanker di luar ambang batas.
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Prof Zullies Ikawati, PhD, Apt, menyebut zat tersebut merupakan semacam residu bukan bahan tambahan. Tujuannya untuk mensterilkan produk mi instan saat proses produksi atau penyimpanan agar terhindar dari bakteri.
"Makanya itu jumlahnya sangat kecil dan semua negara sepakat bahwa itu bahan berbahaya atau karsinogen tadi, maka ada batas maksimalnya," ujar Prof Zullies dalam acara detikPagi, Jumat (28/4/2023).
"Sehingga artinya apa? Kalau di atas batas itu, ada kemungkinan potensi bahaya. Tetapi kalau sedikit saja, mungkin masih aman walaupun ada. Karena mungkin in certain level kita nggak bisa benar-benar menghilangkan sama sekali residunya," lanjutnya.
Prof Zullies menambahkan setiap negara memiliki aturannya masing-masing dalam menentukan batas aman penggunaan EtO. Misalnya, di negara-negara Uni Eropa yang sudah melarang penggunaan EtO.
"Karena regulasi di berbagai negara ini berbeda-beda, yang ketat ini di Uni Eropa. Di Uni Eropa ini ketat sekali bahkan mereka sudah melarang penggunaan Etilen Oksida untuk sterilisasi," bebernya.
Terkait hal ini, Prof Zullies menyebut alasan tersebut menjadi penyebab penarikan izin edar produk mi instan di Taiwan.
"Di Indonesia kan sudah diatur juga nih batas maksimumnya dan di Indonesia masih dianggap aman karena sedikit lebih tinggi dibandingkan di Taiwan," terang Prof Zullies.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) menyebut kadar 2-Chloro Ethanol (2-CE) yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada. Oleh sebab itu, di Indonesia, produk mi instan tersebut aman dikonsumsi karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar.
Metode analisis yang digunakan oleh Taiwan FDA yaitu metode penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE), yang hasil ujinya dikonversi sebagai EtO. Oleh karena itu, kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm.
Diketahui, Indonesia telah mengatur Batas Maksimal Residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.
"Jadi kalau di Indonesia 85 ppm/kg jadi masih jauh dibandingkan 0,187 tadi," pungkasnya.
Simak Video "Video: Penjelasan Indofood soal Temuan Etilen Oksida di Indomie Soto Banjar"
(hnu/kna)