Sosok dr Stephanie Renni Anindita SpFM menjadi perbincangan karena sering berbagi pengalaman mistis melalui kontennya di TikTok dan YouTube. Banyak netizen yang menyukai konten tersebut dan sudah ada jutaan penonton dan ratusan ribu likes yang membanjirinya.
Selain konten mistis, sebenarnya ada banyak hal menarik yang dapat digali yaitu menjalani hidup sebagai dokter forensik. dr Stephanie menjelaskan bahwa menjadi dokter forensik artinya menggunakan ilmu kedokteran untuk kepentingan peradilan.
"Jadi sehari-hari tugas kita memeriksa korban-korban yang hidup atau mati. Kadang-kadang juga bagian atau sampel tubuh manusia. Tujuannya untuk kepentingan peradilan, terutama pada kasus-kasus yang ada dugaan tindak pidana," papar dr Stephanie dalam program detikPagi, Jumat (12/5/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan korban mati adalah jenazah yang diduga merupakan korban pembunuhan atau bayi hasil pengguguran kandungan. Sementara itu, korban hidup adalah korban tindak pidana terhadap tubuh manusia, tetapi masih hidup. Korban hidup biasanya diperiksa di bangsal perawatan dan Instalasi Gawat Darurat (IGD).
"Bagaimanapun yang hidup pasti mati. Juga meski sudah meninggal atau masih hidup tetap pasien saya," katanya.
Saat praktik, dokter forensik biasanya memiliki tim yang terdiri dari teknisi forensik, residen, dan koas. Umumnya, dokter forensik praktik di rumah sakit. Ini dilakukan karena fasilitas kesehatan yang lebih menunjang.
"Kalau dokter forensik kebanyakan praktik pasti di rumah sakit karena saat menangani korban mati dan hidup, prasarananya lebih menunjang. Tapi kalau diminta menjadi saksi ahli, (praktik) di kepolisian juga," ungkap dr Stephanie.
Berbagai tantangan pun tak luput dialami oleh dr Stephanie selama berkarier di dunia forensik. Salah satu tantangannya adalah ketika hasil temuan kasusnya menimbulkan banyak pertanyaan di pengadilan.
"Misalnya ditemukan di suatu ruangan dalam keadaan nggak ada siapa-siapa, tapi kok ada luka akibat benda tajam di bagian tubuh tertentu yang kayaknya nggak mungkin deh dilakukan korban sendiri," terangnya.
"Kadang-kadang suka ditanya di pengadilan 'Dok benar nggak sih luka ini? Kemungkinannya kecil karena melukai diri sendiri atau kecelakaan?" lanjutnya.
Simak Video 'Cara dr Stephanie Anindita Sikapi Hal-hal Mistis saat Autopsi Jenazah':
NEXT: "If you don't see it, don't say it"
Dalam menghadapi pertanyaan seperti itu, dr Stephanie akan menunjukkan dasar ilmiah yang kuat saat mendiagnosis luka tersebut. Dasar ilmiah tersebut ia berikan selaku saksi ahli, bukan saksi mata karena tidak berada di TKP.
"Saya jelaskan saya di sini bukan sebagai saksi mata. Yang saya periksa adalah jenazah yang sudah ada di kamar jenazah dan temuan saya punya dasar ilmiah yang kuat," tegas dr Stephanie.
"Makanya kalau di forensik ada istilah 'If you don't see it, don't say it.' Jangan diada-adain," terangnya.
dr Stephanie merupakan lulusan S1 Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Pelita Harapan. Setelah itu, ia melanjutkan program pendidikan dokter spesialis di FK Universitas Diponegoro. Ia pun mengungkapkan alasan dirinya mengambil spesialisasi sebagai dokter forensik.
"Saya waktu S1 kedokteran tertarik tentang mata kuliah forensik karena seru banget. Kita nggak bisa komunikasi sama pasiennya karena sudah meninggal. Tapi dengan itu, kita bisa menjadi suara bagi mereka," ungkapnya.
"Itu juga ada pengaruhnya karena saya senang nonton CSI (serial TV tentang investigasi para detektif di kepolisian). Tapi kalau yang saya lihat di serial TV itu pasti beda dengan di lapangan. Waktu itu saya nemu setelah masuk koas, seperti apa guru saya saat praktik. Setelah lulus, saya masih senang karena beliau bisa memberi keadilan kepada korban yang sudah nggak bisa bicara.," tutupnya.











































