Seorang arkeolog yang juga ahli mesir kuno mengklaim mengalami penyakit misterius setelah membuka makam Mesir Kuno. Penyakit itu membuatnya batuk darah dan halusinasi parah.
Ramy Romany menceritakan saat itu sedang syuting acara TV 'Mummies Unwrapped' untuk Discovery Channel ketika dia memasuki ruang bawah tanah, yang tidak tersentuh selama bertahun-tahun.
Beberapa jam kemudian, dalam perjalanan kembali ke Kairo, dia mulai merasa tidak enak badan, dan keesokan harinya terbangun dengan demam 42° C dan gejala yang lebih parah. Tim kemudian memanggil dokter untuk memberinya antibiotik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah wawancara dengan Jordan Harbinger, Romany menambahkan demam yang dialaminya menyebabkan halusinasi. Saat sakit, dokter memberinya antibiotik, mengira penyebabnya adalah kelelawar atau debu dari dalam makam.
"Apakah itu kutukan mumi atau bukan, sesuatu di makam itu mengenai saya," katanya kepada Khaleej Times saat itu.
Kejadian tersebut terjadi pada 2019, Romany mengalami gejala penyakit misterius setelah memasuki sebuah makam di kota Amarna, saat dia mencoba mencari tahu lebih banyak tentang firaun Akhenaten.
"Kami sedang syuting sebuah episode mencoba mengidentifikasi mumi yang kami yakini bisa menjadi tokoh dari Alkitab. Saat kami sedang syuting itu, kami pergi ke sebuah makam yang tidak dibuka selama bertahun-tahun," kenangnya.
Next: benarkah kutukan Firaun?
Alih-alih kutukan, Romany mengatakan sakit yang diderita para ilmuwan setelah membuka makam mesir kuno bisa dijelaskan secara ilmiah.
Pada tahun 1923, lebih dari 20 orang meninggal dalam keadaan yang aneh, terkait dengan pembukaan ruang pemakaman Tutankhamun di Luxor. Legenda mengatakan bahwa ketika seorang pria - Lord Carnarvon - meninggal setelah pembukaan makam, terjadi pemadaman listrik singkat dan semua lampu di seluruh Kairo padam.
Pada tahun 2002, sebuah penelitian dilakukan untuk menganalisis kematian terkait pembukaan makam Tutankhamun antara tahun 1923 dan 1926. Para peneliti melihat berapa lama 25 orang bertahan hidup setelah membuka makam mumi.
Mereka menemukan bahwa tidak ada peningkatan angka kematian yang signifikan di antara mereka yang terlibat dalam penggalian makam, menghilangkan mitos kutukan tersebut.
Memang, Lord Carnarvon meninggal lima bulan setelah dia pertama kali memasuki makam, dan selama periode itu tidak menunjukkan gejala apa pun. Hal ini menyebabkan beberapa ilmuwan berpendapat bahwa kematiannya tidak terkait dengan pekerjaan arkeologinya.
Pada tahun 2003, dua dokter London menulis kepada The Lancet dan menjelaskan bahwa dia bisa saja terinfeksi setelah menghirup spora jamur Aspergillus. Jamur ini telah terdeteksi, antara lain, pada artefak kuno lainnya, termasuk mumi Ramses II.
Aspergillus memangsa orang yang sistem kekebalannya sangat lemah karena penyakit. Ketika menyerang manusia, itu menyebabkan kondisi yang disebut aspergillosis, yang terutama menyerang paru-paru.
Di peti mumi, jamur bisa tumbuh menjadi gumpalan hingga sebesar bola tenis yang sangat sulit untuk diberantas. Infeksi dapat berkembang menjadi aspergillosis invasif, di mana ia menyebar ke kulit, otak, jantung, atau ginjal.
Simak Video "Video: Kata Ahli soal Antisipasi Ancaman Kesehatan Pascabanjir"
[Gambas:Video 20detik]
(kna/kna)











































