Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril menilai penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah berpotensi menghambat pelindungan hukum yang lebih jelas dan kuat. Terutama untuk para dokter, perawat, bidang, apotek, dan tenaga kesehatan.
Ia mengatakan pasal-pasal terkait hukum yang dikhawatirkan para dokter dan tenaga kesehatan sudah ada di undang-undang yang berlaku saat ini. Namun menurutnya tidak ada organisasi profesi dan individu yang bersuara dan berinisiatif memperbaikinya setelah berlaku hampir 20 tahun ini.
"DPR justru memulai inisiatif untuk memperbaiki undang-undang yang ada sehingga pasal-pasal terkait pelindungan hukum ini menjadi lebih baik. Pemerintah pun mendukung upaya ini. Menolak RUU akan mengembalikan pasal-pasal terkait hukum yang ada seperti dulu. Yang sudah terbukti membuat banyak masalah hukum bagi para dokter dan nakes," kata dr. Syahril dalam keterangan tertulis, Senin (15/5/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, kalau memang kekhawatirannya masalah pelindungan hukum, kenapa tidak dari dulu sih organisasi profesi bergerak dan berinisiatif untuk mengubah?," tambahnya.
Adapun salah satu usulan peraturan dalam RUU yang dianggap bermasalah oleh organisasi profesi adalah situasi di mana dokter dapat digugat secara pidana atau perdata, meskipun sudah menjalani sidang disiplin. dr. Syahril menyebut aturan tersebut adalah aturan lama yang sudah berlaku di UU Praktik Kedokteran 29/2004 saat ini.
Dalam pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran 29/2004 disebutkan bahwa setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Lebih lanjut, ayat (3) menyatakan pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
dr. Syahril menilai pasal-pasal tersebut masih dalam pembahasan oleh DPR dan pemerintah untuk dapat diperbaiki. Ada beberapa usulan baru pasal terkait dalam RUU Kesehatan di luar pasal-pasal pelindungan hukum yang sudah berlaku saat ini.
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Ia menambahkan RUU Kesehatan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perselisihan (Pasal 322 ayat 4 DIM Pemerintah) Anti-perundungan (anti-bullying).
Dengan demikian, Tenaga medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya. Termasuk tindakan kekerasan, pelecehan dan perundungan (Pasal 282 ayat DIM pemerintah).
Pelindungan untuk Peserta Didik
Pelindungan bagi peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan dari kekerasan fisik, mental dan perundungan juga tertuang dalam Pasal 208E ayat 1 huruf d DIM pemerintah. Selain itu, RUU Kesehatan menjamin hak peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan atas bantuan hukum, dalam hal terjadinya sengketa medik selama mengikuti proses pendidikan (Pasal 208E ayat 1 huruf a DIM Pemerintah).
Baca juga: Jaringan Dokter Muda Bicara RUU Kesehatan |
Proteksi Tenaga Kesehatan dan Tenaga Medis dalam Keadaan Darurat
Tenaga medis dan Tenaga Kesehatan yang melaksanakan upaya Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah berhak atas pelindungan hukum dan keamanan serta jaminan kesehatan dalam melaksanakan tugas (Pasal 408 ayat 1 DIM Pemerintah)
"DPR dan pemerintah masih membahas pasal pelindungan hukum dan mengundang masukan dari publik. Meminta proses pembahasan RUU Kesehatan untuk disetop bukanlah solusi. Apabila kepentingan utama organisasi profesi adalah pelindungan hukum, justru sekarang inilah saat yang tepat untuk melakukan perbaikan," tegasnya.
(ega/ega)











































