Belakangan ini, 'Disease X' tengah banyak diperbincangkan. Penyakit yang disebut-sebut akan bisa menjadi pandemi baru ini dikhawatirkan juga akan lebih berbahaya dan mematikan dibandingkan COVID-19.
Kekhawatiran yang terus meningkat dengan segala ketidakpastian yang ada mengenai penyakit ini tentu membuat masyarakat juga resah. Meski belum diketahui secara pasti jenis dan asal penyakitnya, terdapat berbagai konspirasi yang berkeliaran mengenai penyakit baru ini.
Ada yang menyebut, penyakit 'Disease X' ini adalah sebuah bentuk bioterorisme atau sebuah bentuk serangan biologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait konspirasi tersebut, Prof dr Tjandra Yoga Aditara, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara memberikan tanggapannya. Menurutnya, simbol 'X' dalam Disease X menegaskan bahwa memang banyak yang belum diketahui tentang penyakit tersebut.
"Jadi mungkin pandemi berikutnya influenza. Tapi kan masih mungkin. Mungkin zoonosis, mungkin influenza, mungkin juga sesuatu yang kita belum tahu, karena itu diberi nama X," ujar Prof Tjandra dalam program detik Pagi, Selasa (6/6/2023).
"Dari awal sudah disebutkan kenapa dikasih nama X, karena kita belum tahu itu apa. Kemungkinan-kemungkinan itu akan selalu ada, tapi balik lagi, yang penting adalah bagaimana kita tetap menjalankan hidup sehat, tetap memprioritaskan kesehatan," jelasnya.
Selain konspirasi seputar kemungkinan bioterorisme, banyak juga desas-desus mengatakan bahwa penyakit 'Disease X' ini sebenarnya sudah diketahui oleh sejumlah pihak, namun informasi terkait penyakit tersebut masih disimpan dan dirahasiakan dari publik. Terkait anggapan ini, prof Tjandra menyiratkan keraguan.
"Apa sih yang bisa disimpan sekarang? Apa sih yang bisa dirahasiakan saat ini? Semua akan terbuka. Zaman sekarang nggak mungkin sesuatu atau seseorang atau suatu negara atau suatu badan bisa merahasiakan apapun," tuturnya.
"Jadi kalau bicara Disease X sekarang sudah ada tapi disimpan, itu sudah pasti tidak benar. Karena kalau disimpan, pasti ketahuan," tegasnya.
Di sisi lain, Prof Tjandra juga menekankan bahwa konspirasi atau teori-teori seperti ini akan selalu ada. Pasalnya, setelah 3 tahun berlalu pun konspirasi seputar COVID-19 masih terus berkeliaran.
"Semua belum bisa dijawab, cuman ya kita bicara yang konkret aja. Kita tetap hidup sehat, tetap berpositive thinking," pungkasnya.
(Charina Elliani/up)











































