Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau dalam bahasa Indonesia disebut Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) baru-baru ini hangat diperbincangkan warganet. Hal ini bermula dari postingan seorang netizen yang mengklaim dirinya mengidap ADHD karena memiliki perilaku yang tidak biasa.
Awalnya, sebuah potongan video viral di media sosial menampilkan aktivitas sehari-hari, antara lain sedang berjalan-jalan. Narasi yang menyertai video tersebut menyiratkan seolah-olah perilaku tersebut adalah ciri ADHD.
"POV ketika lu terkena ADHD," tulis narasi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Lagi Viral di Medsos, Apa Sih Itu ADHD? |
Menanggapi hal tersebut, psikolog klinis Kantiana Taslim, MPsi dari Ohana Space angkat bicara. Menurutnya, perilaku yang diperlihatkan dalam video tersebut tidak bisa langsung dinilai sebagai ADHD atau bukan.
"Sebenarnya ADHD itu kan ada suatu diagnosa, dalam arti ada diagnosa yang harus diberikan. ADHD ataupun gangguan psikologis apapun itu harus ada pemeriksaan yang dilakukan. Jadi kita nggak bisa main judge, main bilang semua orang ADHD, punya gangguan tertentu," ungkapnya, saat dihubungi detikcom, Selasa (6/6/2023).
"Jadi dari video kita tidak bisa menyimpulkan begitu saja," sambungnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan seseorang tidak bisa mendiagnosa dirinya mengidap ADHD begitu saja.
"Itu nggak bisa, karena harus didiagnosa profesional dan memang ada pemeriksaannya," ucapnya.
NEXT: Risiko self diagnosis ADHD
Hal senada disampaikan psikolog klinis Annisa Mega Radyani, MPsi. Menurutnya, self-diagnosed atau mendiagnosa sendiri tanpa bantuan ahli bisa menimbulkan bahaya.
"Baik penyakit psikologis ataupun penyakit biasa, self-diagnosed itu berbahaya. Karena nanti kalau self-diagnosed, misalnya saya kayaknya kena sakit jantung nih, terus salah konsumsi obat-obatan. Itu bisa bahaya, dan ADHD juga begitu. Jadi memang lebih baik kalau merasa gejala langsung konsultasi dengan dokter," terangnya.
Selain itu, Annisa mengatakan self-diagnosed ADHD berpotensi merubah persepsi masyarakat terhadap penyakit tersebut.
"Nanti bisa dijadikan excuse. Misal kerjaan nggak selesai-selesai, terus dia ngomongnya aku kan ADHD. Ini nanti malah merubah pandangan orang terhadap penderita ADHD. Itu juga bahaya," pungkasnya.
Simak Video "Video: Bahaya Self-diagnosis Kesehatan Mental Lewat Informasi di Medsos"
[Gambas:Video 20detik]
(up/up)











































