Jokowi Sebut COVID-19 RI 'Masuk Endemi', Artinya Apa Sih?

Jokowi Sebut COVID-19 RI 'Masuk Endemi', Artinya Apa Sih?

Suci Risanti Rahmadania - detikHealth
Rabu, 14 Jun 2023 16:32 WIB
Jokowi Sebut COVID-19 RI Masuk Endemi, Artinya Apa Sih?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
Jakarta -

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut bakal mengumumkan status COVID-19 'masuk ke endemi' di RI dalam beberapa waktu pekan ke depan. Ini didasari dari penilaian tren penurunan jumlah kasus terkonfirmasi COVID-19 dan pasien yang membutuhkan perawatan intensif di RS maupun isolasi.

"Iya ini dimatangkan lah seminggu-dua minggu ini segera diumumkan karena memang sudah semuanya sudah (landai)," jelas dia kepada wartawan di kantor BPKB Jakarta Timur Rabu (14/6/2023).

"Kriteria ini nanti yang akan didetilkan jumlah kasus misalnya kayak dua hari yang lalu hanya 217 kemudian kasus aktif 10 ribu sampai 2000-an. vaksinasi kita juga sudah di atas 452 juta dosis dan lain-lainnya," sambung Jokowi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Jokowi juga memastikan bahwa pengumuman penentuan status COVID-19 tak akan melewati bulan Juni 2023. Hal ini menyusul setelah pemerintah telah melonggarkan aturan COVID-19 penggunaan masker dan vaksinasi COVID-19 tidak lagi menjadi persyaratan perjalanan transportasi umum.

"Sehingga kita kemarin rapat dan sudah kita putuskan untuk masuk ke endemi tetapi kapan diumumkan baru dimatangkan dalam seminggu-dua minggu," pungkasnya.

ADVERTISEMENT

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mencabut status kedaruratan global COVID-19 pada 5 Mei lalu. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers di Jenewa.

Pencabutan status kedaruratan ini tentunya telah ditetapkan dengan berbagai pertimbangan. Tedros mengatakan selama setahun ini, tren COVID-19 mulai menurun bersamaan dengan meningkatnya kekebalan populasi atau herd immunity, baik dari vaksinasi maupun infeksi sebelumnya.

Tak hanya itu, angka kematian akibat COVID-19 terus menurun. Bahkan, tekanan pada sistem kesehatan juga ikut berkurang.

"Oleh karena itu, dengan harapan besar saya menyatakan COVID-19 berakhir sebagai darurat kesehatan global," kata Tedros, dikutip dari laman WHO.



Meskipun demikian, Tedros menegaskan pencabutan ini bukan berarti COVID-19 berakhir sebagai ancaman kesehatan global atau pandemi. Ia menyebut bahaya COVID-19 belum benar-benar berakhir lantaran virus masih tetap ada, hingga berisiko memicu kematian dan bermutasi.

"Hal terburuk yang dapat dilakukan negara manapun sekarang adalah menggunakan berita ini sebagai alasan untuk lengah, untuk membongkar sistem yang telah dibangunnya, atau untuk mengirim pesan kepada rakyatnya bahwa COVID-19 tidak perlu dikhawatirkan," ungkapnya.

Sebagai catatan, WHO menyatakan COVID-19 sebagai darurat kesehatan global pada 30 Januari 2020. Penunjukan resmi WHO untuk istilah 'darurat kesehatan global' diartikan sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC).



NEXT: Kedaruratan berakhir, otomatis pandemi berakhir?

Pada dasarnya, pengertian pandemi, epidemi, dan endemi mengacu pada seberapa luas suatu penyakit tersebar, bukan mengacu kepada tingkat keparahan penyakit atau wabah tersebut.

Secara umum, pandemi adalah situasi suatu penyakit telah menyebar ke berbagai negara dan benua, seringkali dengan kecepatan yang sangat cepat.

Mengacu pada WHO, ada enam tahap pertumbuhan suatu penyakit yang disebut sebagai pandemi:

  • Virus beredar di antara hewan yang tidak diketahui menyebarkan penyakit ke manusia.
  • Virus ditemukan pada hewan yang diketahui telah menularkan penyakit ke manusia.
  • Kontak hewan-ke-manusia menyebabkan manusia mengembangkan penyakit.
  • Kontak manusia-ke-manusia memperjelas wabah komunitas bisa terjadi.
  • Penyebaran dari manusia ke manusia terjadi setidaknya di dua negara di wilayah yang sama.
  • Wabah tingkat komunitas terjadi di negara ketiga di wilayah lain.



Sedangkan epidemi secara garis besar dipahami sebagai kondisi suatu penyakit telah menyebar ke wilayah tertentu yang cukup luas, tetapi tidak melintasi benua atau benua yang jauh. Contohnya adalah wabah Ebola 2014-16 di Asia Barat atau wabah apa pun yang mungkin menyebar melalui Asia Selatan tetapi tidak ke dunia yang lebih besar.

Bagaimana kalau endemik? Pengertian endemik rupanya sedikit lebih kompleks. Berbeda dengan pandemi dan epidemi yang berkenaan dengan skala penyebaran penyakit, tahap endemik berkaitan dengan prevalensi penyakit. Artinya, penyakit selalu ada dalam suatu wilayah atau populasi tertentu.

"Wabah penyakit bersifat endemik ketika secara konsisten hadir tetapi terbatas pada wilayah tertentu. Hal ini membuat penyebaran penyakit dan tingkatnya dapat diprediksi. Malaria, misalnya, dianggap endemik di negara dan wilayah tertentu," ungkap Mailman School of Public Health.



NEXT: Kapan Sih Pandemi Dimulai dan Dinyatakan Berakhir?

Istilah 'Pandemi COVID-19' mulai banyak digunakan sejak Maret 2020. Tepatnya pada tanggal 11 Maret, WHO dalam sebuah pernyataan menyampaikan hasil penilaian terhadap COVID-19 yang saat itu berstatus PHEIC atau kedaruratan global, memenuhi kriteria untuk disebut sebagai pandemi.

"WHO telah menilai wabah sepanjang waktu dan kami sangat peduli baik terhadap level yang menghkawatirkan terkait persebaran maupun keparahan, dan level yang mengkhawatirkan atas kelambanan," kata Tedros kala itu.

"Kami oleh karena itu membuat penilaian bahwa COVID-19 bisa dikategorikan sebagai pandemi," tegasnya, tanpa menyebut secara eksplisit kapan pandemi dimulai.



Direktur kedaruratan WHO Michael Ryan menyiratkan, WHO memang tidak pernah menyatakan kapan pandemi dimulai dan diakhiri. Berakhirnya status kedaruratan global diartikan bahwa kolaborasi internasional dan upaya pendanaan juga berakhir atau berganti fokus.

"Dalam banyak kasus, pandemi benar-benar berakhir ketika pandemi berikutnya dimulai," jelas direktur kedaruratan WHO Michael Ryan, dikutip dari Reuters.

Kematian akibat COVID-19 bagaimanapun mengalami penurunan belakangan ini di sejumlah negara, setelah mencapai puncaknya hingga 100 ribu orang dalam sepekan pada Januari 2021. Pada 24 April 2023, WHO mencatat angkanya berkurang menjadi 3.500-an dalam sepekan.

"Kita tidak bisa lupa tumpukan api itu. Kita tidak bisa lupa kuburan yang kita gali. Tidak satupun di antara kita di sini akan melupakannya," kata pimpinan teknis WHO untuk COVID-19, Maria Van Kerkhove.

Halaman 2 dari 3
(suc/suc)

Berita Terkait