RUU Kesehatan yang rencananya bakal disahkan hari ini Selasa (11/7/2023), menuai pro kontra dari sejumlah pihak. Ada beberapa catatan yang disoroti termasuk soal poin pelarangan iklan rokok hingga mandatory spending.
Menurut Founder dan CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (CISDI), Diah S Saminarsih, nihilnya poin pelarangan iklan rokok berbahaya lantaran bisa 'memakmurkan' jumlah perokok, termasuk pada kelompok usia anak. Iklan rokok selama ini membuat seolah-olah produk tersebut aman dan tidak berbahaya jika dikonsumsi.
"Di mana belum memasukkan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor, atau biasa kita kenal dengan iklan promosi dan sponsorship, IPS kalau kita singkat, untuk produk tembakau ini konsekuensinya sangat besar," papar dia dalam konferensi pers virtual Kamis (8/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Publik terutama anak-anak, kita juga perokok laki-lakinya sangat besar tertinggi di dunia kalau saya tidak salah 74 persen padahal kita populasinya nomor 5 terbesar di dunia tapi jumlah perokoknya banyak," sambung dia.
Protes yang lain juga datang dari organisasi profesi soal dipangkasnya wewenang mereka dalam memberikan rekomendasi di surat izin praktik dokter. Hal ini dikhawatirkan mengabaikan kompetensi masing-masing nakes hingga mengancam keselamatan nyawa pasien.
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khimaidi di sisi lain, juga membantah pihaknya hanya menyorot kewenangan organisasi profesi yang dihapus dalam RUU Kesehatan Omnibus Law. Menurutnya, sejumlah pasal yang dihapus seperti mandatory spending juga perlu dipertanyakan, ia menilai pemerintah tidak lagi memprioritaskan anggaran kesehatan.
Simak Video 'Massa Nakes Tiba di DPR, Demo Tolak Pengesahan RUU Kesehatan':
Sementara Ketua Biro Hukum dan Kerjasama Antar Lembaga PDGI Paulus Januar Satyawan dalam kesempatan yang sama menyebut pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law telalu terburu-buru dan tidak dilakukan secara meluas. Hal yang sama juga diutarakan Bendahara IBI Herdiawati.
"RUU Kesehatan perlu dipertimbangkan dengan bijak. Kami sebagai tenaga kesehatan dan tenaga medis bekerja dengan tujuan untuk mendukung pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, untuk melaksanakan tugas dengan baik dan benar agar kesehatan masyarakat dapat terwujud dengan baik," kata Herdiawati.
Hari ini, lima organisasi profesi kembali menggelar aksi penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law. Ketua Bidang Hukum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tangerang Selatan Panji Utomo menilai saat ini tidak ada urgensi pemerintah untuk merevisi UU.
"Jadi sebenarnya kita merasa kecewa dan menjadi pertanyaan terus menerus apa urgensi, apa daruratnya, sehingga harus diubah," pesan dia.











































