Pemerintah menyiapkan enam rumah sakit yang siap menjalani program pendidikan dokter spesialis berbasis kolegium atau collegium based. Salah satu di antaranya adalah RS PON.
Opsi collegium based ini merupakan ketentuan baru hasil dari disahkannya RUU Kesehatan Omnibus Law menjadi Undang Undang Kesehatan.
"Sebagai pusat pendidikan dan riset, kita juga sebagai salah satu tempat yang nanti pendidikan berbasis kolegium, makanya memang kita mendukung adanya Undang Undang ini, mengapa? Karena kalau nggak didukung dengan regulasi dan landasan yang baik tentu susah," kata Direktur Utama RS PON Adin Nulkhasanah SpS MARS saat ditemui di peringatan HUT RS PON, Jumat (14/7/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi nanti ada pendidikan neurologi yang berbasis kolegium di RS PON. Nanti dibangun jejaring, jadi pusatnya ada di RS PON jadi dibangun jejaring beberapa kota yang mendekati kota asal mendekati peserta didik," sambung dia.
Pemenuhan Dokter Spesialis
Selain RSPON, lima rumah sakit lain yang disiapkan untuk program collegium based adalah RSAB Harapan Kita, RS Jantung Harkit, RS Kanker Dharmais, RS Mata Cicendo Bandung, RS Orthopedi Solo.
Menurut Direktur Pendidikan di RS PON dr Andi Basuki Prima Birawa, SpS(K), MARS, dibukanya collegium based bisa menjadi solusi atas ketimpangan ketersediaan nakes di daerah, khususnya wilayah terpencil.
"Ini tujuannya tentunya untuk meningkatkan produk spesialis yang dihasilkan sehingga nanti dengan bertambahnya dokter, persebarannya akan merata, lebih tersedia jumlah tenaganya," beber dia, dalam kesempatan yang sama.
NEXT: Mungkinkah Menjawab Persoalan Bullying?
Kemunculan collegium based juga diharapkan menekan kasus bullying dokter residen, yang kerap dilakukan para senior. Menurut pengakuan beberapa mahasiswa PPDS, mereka kerap dirundungi dengan perlakuan senior yang beberapa kali memicu kerugian secara fisik maupun mental.
Meski begitu, dr Andi menyebut kehadiran opsi pendidikan kedokteran baru tidak langsung menjadi jawaban lenyapnya bullying. Dalam sistem apapun, hal semacam itu sulit dihindari jika sudah menjadi budaya dalam suatu lingkungan.
dr Andi menegaskan kunci utamanya adalah pendampingan masa pendidikan dokter residen sejak awal terkait sistem kerja di masing-masing RS.
"Kadang-kadang bullying itu kan seperti budaya, ini di semua institusi ya, bukan cuma di sistem pendidikan, kasus bullying senior kepada senior, kerap muncul dari atasan itu kan sebenarnya peristiwa yang harus kita cegah," sambungnya.
"Misalnya menugaskan sesuatu di luar pekerjaan tugas utamanya, baik itu pendidikan maupun pelayanan," pungkas dia.
Simak Video "Video: Curhatan Menkes Budi ke DPR soal UU Kesehatan Digugat Terus!"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)











































