Beberapa orang mengeluh pikun dan sulit berkonsentrasi setelah sempat terkena COVID-19. Padahal, sudah lama tubuhnya dinyatakan sembuh dari infeksi virus Corona. Kondisi inilah yang umumnya dikenal sebagai 'Long COVID', yang pada beberapa kasus diyakini berpengaruh kepada kerja otak dalam jangka waktu lama.
Peneliti penyakit otak di Vanderbilt University Medical Center, Wes Ely, menjelaskan SARS-CoV-2 dapat menyerang 'sel pendukung' otak, yakni bagian yang bekerja memastikan neuron menjaga otak dan tubuh berfungsi normal. Jika sudah terjadi demikian, dapat terjadi efek domino yang menyebabkan kematian jaringan di otak.
Namun lebih lanjut Ely mengklaim, ada banyak proses yang terjadi di otak dalam kasus infeksi COVID-19. Ada kemungkinan, virus tersebut secara langsung menyebabkan perubahan pada sistem kekebalan, yang kemudian berimbas pada masalah neurokognitif.
Sampai sekarang, tidak ada terapi yang terbukti efektif mengatasi gejala Long COVID yang bersifat neurologis atau lainnya. Namun Ely optimistis, pemulihan kondisi otak pasca infeksi virus dapat diupayakan.
"Otak sangat neuroplastik, dan dapat melakukan hal-hal menakjubkan," ungkapnya dikutip dari Times, Selasa (18/7/2023).
Apa Hubungannya COVID-19 dengan Pikun?
Direktur klinis dari National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), dr Avindra Nath, menjelaskan orang yang terkena infeksi akan memiliki 'bercak' virus berkerumun di mana-mana jika dilihat dari pemindaian.
Untuk memeriksa ada atau tidaknya kondisi serupa pada pasien COVID-19, pihaknya melakukan pemeriksaan fisik terhadap otak dari 13 orang yang meninggal akibat COVID-19. Mereka tidak menemukan virus SARS-CoV-2 di otak, namun mereka menemukan kerusakan pada pembuluh darah yang dilapisi dengan antibodi.
Menurut Nath, sistem kekebalan tubuh rusak akibat adanya respons terhadap virus. Efeknya, sistem menyerang menyerang pembuluh darahnya sendiri dan memicu peradangan di otak.
"Pada orang yang selamat dari COVID-19, peradangan otak juga dapat menyebabkan gejala selama bertahun-tahun seperti kabut otak dan kehilangan ingatan (meskipun) kami tidak tahu pasti," beber Nath. Sembari ia mengklaim, temuan ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"
(vyp/kna)