Sosok Lulu Tobing belum lama ini buka-bukaan soal gaya hidup slow living yang dijalaninya. Lulu Tobing mengaku bahwa dalam menjalani hidup ia tidak memiliki ambisi dan enggan untuk berkompetisi.
Hal itu menurutnya membuat hidupnya menjadi lebih tenang dan mengurangi beban.
"Gue kalau nggak ada kerjaan ya gue nikmati kehidupan gue yang sekarang ini. Gue akhirnya nggak jadi sirik sama orang-orang yang masih dipuji-puji," tutur Lulu Tobing di kanal Youtube Melanie Ricardo, Senin (10/7/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gue benar-benar hidup gue slow banget ya. Gue nggak kompetitif orangnya, gue tidak ambisius, gue slow banget. Seumur-umur nggak punya ambisi jadi gue cuman go with flow," tambahnya.
Berkaitan dengan gaya hidup slow living yang sedang dijalani Lulu Tobing, psikolog klinis Anastasia Sari Dewi berujar bahwa gaya hidup slow living berkaitan dengan penerimaan diri akan hidup yang dijalani.
"Slow living itu adalah gaya hidup dimana orang kembali fokus pada proses alam atau lingkungan. Dia tidak lagi asal jadi asal dapat. Jadi dia betul-betul mengikuti dan menikmati prosesnya," kata Sari ketika dihubungi detikcom, Selasa (18/7/2023).
"Jadi slow living itu kembali mendekat pada alam kembali menikmati proses hingga bisa mengurangi teknologi, kalau dalam psikologi mirip dengan mindfulness," tambahnya.
Lebih lanjut, ia juga menyinggung perihal gaya hidup slow living memberikan manfaat untuk kesehatan mental. Menurutnya, gaya hidup ini bisa membuat orang lebih menghargai diri sendiri.
"Manfaatnya membuat fokus pada diri napas, pikiran, dan perasaannya dengan semua keadaannya. Gaya hidup ini bisa membuat seseorang menjadi lebih menghargai dengan apa yang dimiliki sekarang," ungkapnya.
Beda dengan Malas-malasan
Gaya hidup slow living berbeda dengan malas-malasan. Gaya hidup yang cenderung santai ini memang kerap disalahartikan dengan sikap malas.
Namun menurut Sari, orang yang memiliki gaya hidup ini justru cenderung lebih tekun jika melakukan sesuatu hal.
"Justru orang yang slow living itu menurut saya kadang jauh lebih tekun dibandingkan orang pada umumnya yang mungkin suka grusa-grusu, maunya cepat kilat, harus sat set," jelas Sari.
"Orang yang menerapkan slow living enggak. Mereka justru menikmati waktu mereka, mereka menikmati hidup mereka, apa yang sedang mereka jalani betul-betul mindful di situ," tambahnya.
Menurutnya, gaya hidup slow living bukan berarti bermalas-malasan. Ia mengatakan bahwa gaya hidup ini membuat seseorang menaruh perhatian lebih pada satu hal sehingga apa yang dihasilkan benar- benar berkualitas.
Salahkah Hidup Tanpa Ambisi?
Slow living juga dikaitkan dengan hidup tanpa ambisi. Sari mengatakan bahwa pilihan untuk hidup tanpa ambisi adalah hal yang normal. Terlebih, pilihan hidup seseorang sangat erat kaitannya dengan selera dan keinginan.
Ia mengatakan yang terpenting adalah memastikan bahwa seseorang dapat menjalankan fungsinya di kehidupan.
"Orang melakukan sesuatu pasti ada selera yang cocok dengan dia. Slow living memang seakan-seakan memang hidup tanpa ambisi, mindful dengan apa yang dimiliki saat ini dia lakukan lagi," kata Sari.
"Pastikan ketika menjalani slow living fungsi perkembangan di usia Anda tetap berjalan. Kalau di usia pekerja ya tetap bekerja. Slow living itu hanya gaya, cara, atau hanya metodenya. Tapi fungsi dia sebagai individu sesuai dengan usianya perlu tetap berjalan. Baru dikatakan secara mental dia sehat," lanjutnya.











































