Sejumlah ASN di DKI melakukan uji coba bekerja dari rumah atau WFH demi menekan polusi udara. Diharapkan kebijakan ini mampu mengurangi efek buruk paparan polusi udara.
Namun kualitas udara Jakarta di hari pertama pemberlakukan WFH belum menunjukkan perbaikan signifikan.
Diakses dari aplikasi pemantau kualitas udara, Nafas Indonesia, per Senin (21/8/2023), tingkat polusi udara masih berada di angka 130 atau tergolong 'tidak sehat untuk kelompok sensitif' dengan tingkat polutan PM 2.5 sekitar 48 kali lebih tinggi di ambang batas yang ditetapkan WHO.
Sementara itu berdasarkan Indeks Standar Pencemaran Udara Maksimum di Bundaran HI, wilayah Jakarta Pusat berada di kategori Sedang. Hasil pemantauan aplikasi JAKI pada pukul 07.50, kualitas udara di Jakarta Pusat berada di kategori Sedang dengan angka partikel halus atau PM2.5 di angka 84.
Wilayah lain dengan kategori Tidak Sehat terpantau di Jakarta Timur dengan angka PM2.5 menyentuh 107.
Berdasarkan situs pemantau udara, IQAir, Jakarta masih masuk empat besar kota dengan kualitas udara buruk di Indonesia. Nilainya mencapai 158, masuk kategori Tak Sehat (Unhealthy) lantaran 14 kali di atas standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Terkait dampaknya polusi udara, efek jangka pendek menghirup polutan polusi udara bisa menyebabkan berbagai penyakit paru, mulai dari sakit tenggorokan, asma, flu, batuk sampai infeksi saluran nafas akut (ISPA).
Simak Video "Video: Ibu Kota India Tertutup Kabut Polusi Seusai Perayaan Diwali"
(kna/kna)