Permasalahan mengenai kandungan senyawa kimia BPA pada galon polikarbonat masih menjadi satu polemik di Indonesia. Pasalnya, riset di berbagai negara menunjukkan BPA pada plastik polikarbonat rawan luruh dan berisiko pada kesehatan, termasuk bisa memicu kemandulan dan kanker bila terminum melebihi ambang batas.
Oleh karena itu, peran pemerintah dalam menanggulangi hal ini dengan regulasi pelabelan BPA dibutuhkan.
Direktur Standardisasi Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Aisyah mengatakan rencana regulasi pelabelan risiko BPA pada galon isi ulang merupakan wujud kehadiran serta tanggung jawab negara demi melindungi kesehatan masyarakat. Dia menilai pelabelan galon BPA juga berfungsi untuk mengantisipasi munculnya gugatan hukum pada pemerintah dan pelaku usaha di masa datang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rencana regulasi tersebut menunjukkan negara hadir dalam melindungi kesehatan masyarakat," ujar Aisyah dalam keterangan tertulis, Rabu (23/8/2023).
Aisyah pun menyarankan sembari menunggu keputusan final pemerintah atas rancangan regulasi pelabelan galon BPA masyarakat agar lebih berhati-hati sebelum mengkonsumsi galon air minum bermerek dalam kemasan plastik keras polikarbonat.
"Pastikan galonnya masih bersih, baru, kondisinya masih baik, tidak tergores, tidak kusam, tidak buram," katanya.
Lebih lanjut, dia pun mengungkapkan hasil pemeriksaan kandungan senyawa kimia BPA pada galon polikarbonat di sejumlah kota di Indonesia yang mengkhawatirkan. Karena hasilnya ada sejumlah daerah yang memiliki kandungan BPA pada galon polikarbonat melebihi ambang batas aman.
"Datanya memang cenderung mengkhawatirkan, migrasi BPA ada di kisaran 0,06 ppm sampai 0,6 ppm dan bahkan ada yang di atas 0,6 ppm," kata Aisyah
Diketahui, BPA adalah salah satu bahan baku pembentuk polikarbonat, yaitu jenis plastik keras yang di Indonesia dan dikenal sebagai kemasan galon air minum bermerek.
Sebelumnya, BPOM juga telah mengungkap temuan kandungan BPA dalam galon air minum dalam kemasan polikarbonat di enam daerah yang melebihi ambang batas aman, yakni 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter, pada periode 2021-2022. Daerah itu adalah Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah.
Menurut Aisyah, pemerintah berencana memperketat ambang batas aman migrasi serta toleransi asupan BPA yang bersumber dari air minum galon isi ulang, sumber air minum rutin bagi sedikitnya 85 juta warga Indonesia. Langkah itu sejalan dengan trend global pengetatan pengawasan BPA.
Aisyah menambahkan di Uni Eropa, otoritas keamanan pangan menetapkan ambang batas migrasi BPA sebesar 0,06 ppm dari 0,6 ppm pada 2011. Secara khusus, otoritas keamanan pangan Eropa, EFSA, merevisi total batas asupan harian (Total Daily Intake) BPA menjadi 20.000 kali lebih rendah, atau menjadi 0,2 nanogram/kilogram berat badan pada April 2023.
(prf/ega)











































