Alih-alih membaik, polusi udara di Jakarta kian memburuk. Dampaknya pun tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak yang tergolong lebih rentan.
Baru-baru ini, Zaskia Mecca membagikan kisah anaknya yang terkena dampak dari polusi udara di Jakarta. Ia menuliskan bahwa anaknya gelisah tidak bisa tidur dan saturasinya rendah.
Kisah tersebut diunggah oleh Zaskia Mecca dalam akun instagramnya @zaskiadyamecca, Rabu (23/08/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akhirnya kena juga efek dari polusi yang luar biasa di jakarta. Kama semalem gelisah ga bisa tidur, ku cek saturasi bener aja 88..walau panik tapi udah paham bagaimana ngadepin situasinya..," tulis Zaskia dalam caption unggahannya.
Ia pun menuliskan keluh-kesahnya bahwa WFH yang disarankan pemerintah tidak kunjung memperbaik kualitas udara di Ibu Kota.
"Pemerintah ada saran buat WFH, tapi liat sendiri kan jam 2.30 pagi mostly semua orang tidur aja kualitas udara sama buruknya," lanjutnya. "Entah bisa berharap sama siapa lagi selain Allah buat urusan udara ini. nafas aja takut sekarang tuh..."
WHO: Anak-anak Lebih Rentan Terkena Dampak Polusi Udara
Setiap hari, sekitar 93% anak-anak di dunia yang berusia di bawah 15 tahun (1,8 miliar anak) menghirup udara yang sangat tercemar sehingga membahayakan kesehatan dan perkembangan mereka.
Tragisnya, banyak di antara mereka yang meninggal dunia. Organisasi Kesehatah Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2016, 600.000 anak meninggal akibat infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh udara yang tercemar.
WHO juga menjelaskan bahwa polusi udara berdampak pada perkembangan saraf dan kemampuan kognitif, serta dapat memicu asma dan kanker pada anak. Anak-anak yang terpapar polusi udara tingkat tinggi dapat berisiko lebih besar terkena penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Salah satu alasan mengapa anak-anak sangat rentan terhadap dampak polusi udara adalah karena mereka bernapas lebih cepat daripada orang dewasa sehingga menyerap lebih banyak polutan.
Anak-anak juga hidup lebih dekat dengan tanah, di mana beberapa polutan mencapai konsentrasi tertinggi, pada saat otak dan tubuh mereka masih berkembang.
"Polusi udara membuat otak anak-anak kita menjadi stunting, mempengaruhi kesehatan mereka dengan lebih banyak cara daripada yang kita duga," kata Dr Maria Neira, Direktur Departemen Kesehatan Masyarakat, Penentu Kesehatan Lingkungan dan Sosial di WHO dikutip dari laman resminya, Kamis (24/8)
Cara yang disarankan WHO untuk meminimalkan paparan anak-anak terhadap udara yang tercemar adalah sekolah dan taman bermain harus terletak jauh dari sumber utama polusi udara seperti jalan raya yang ramai, pabrik, dan pembangkit listrik.
Polusi udara harus disikapi bersama-sama dengan serius.
"Udara yang tercemar meracuni jutaan anak-anak dan merusak kehidupan mereka," kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. "Ini tidak bisa dimaafkan. Setiap anak harus dapat menghirup udara bersih sehingga mereka dapat tumbuh dan mencapai potensi terbaiknya."
(Syifaa F. Izzati/kna)











































