Di balik setiap individu dewasa, tersembunyi sosok anak kecil yang mungkin terluka, terlupakan, atau bahkan terabaikan, yakni sisi anak kecil yang dalam dunia psikologi dikenal sebagai 'inner child'.
Belakangan ini, tren merawat 'inner child' sedang menjadi sorotan di media sosial. Pasalnya, warganet beramai-ramai bernostalgia sekaligus membagikan kisahnya tentang bagaimana mereka menyembuhkan luka masa kecil dengan 'merawat' diri sendiri dengan beragam cara di kala ini.
Lantas, apa itu 'inner child' dan mengapa penting merawatnya dalam perkembangan psikologis seseorang?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Psikolog anak klinis Samanta Elsener, M Psi menjelaskan, setiap individu dewasa memiliki sisi anak kecil yang ada dalam diri mereka, atau lebih dikenal sebagai 'inner child'. Sisi anak kecil ini merupakan hasil dari pengalaman masa kecil seseorang yang membentuk sosok 'inner child' yang tinggal di dalam diri orang dewasa.
"Inner child adalah sisi anak kecil yang ada di dalam diri tiap orang dewasa. Apa saja pengalaman yang dialami oleh seseorang semasa kecilnya membuat sosok 'inner child' ini menetap dalam diri orang dewasa," imbuh Samanta Elsener, M Psi kepada detikcom, Senin (2/10/2023).
'Inner child' tidak selalu berhubungan dengan pengalaman traumatis di masa kecil. Pengalaman sederhana seperti tidak dapat membeli mainan yang diinginkan karena keterbatasan finansial juga bisa membentuk 'inner child'.
"Perlu dipahami bahwa inner child tidak selalu kaitannya dengan trauma yang pernah dialami oleh seseorang semasa kecilnya, akan tetapi bisa saja pengalaman yang dirasa kurang dapat dinikmati di usia kecil," imbuh Samanta.
"Seperti dulu waktu kecil enggak bisa main Playstation karena orangtua kurang mampu dari sisi finansial, sehingga saat besar dan sudah bisa mandiri secara finansial melakukan kompensasi dengan cara membeli dan bermain Playstation untuk memberikan perhatian atau merawat pada sisi inner child yang ada dalam dirinya," sambungnya.
Next: Merawat Luka Masa Lalu
Namun, pada beberapa individu, 'inner child' mereka terkait dengan pengalaman traumatis di masa kecil, seperti diejek, diolok-olok, atau bahkan di-bully. Pengalaman emosional seperti penolakan, pengabaian, kekerasan, atau penelantaran dapat menjadi pemicu luka batin yang traumatis.
"Pada sebagian orang bisa jadi pengalaman 'inner child' nya berkaitan dengan pengalaman traumatis, seperti diejek/diolok-olok atau bahkan di-bully sehingga menimbulkan bekas terdalam sebagai salah satu luka batin yang traumatis terutama jika ia mengalami pengalaman emosional seperti penolakan, pengabaian, kekerasan dan penelantaran," kata Samanta.
Samanta menjelaskan, dengan melakukan reparenting 'inner child', atau merawat luka masa kecil, individu dapat memenuhi kebutuhan emosional yang mungkin belum terpenuhi di masa kecilnya. Hal ini dapat membantu seseorang untuk berkembang menjadi individu yang lebih utuh, percaya diri, dan bahagia secara psikologis.
"Proses pendewasaan dan pemulihan diri dari ketidaksempurnaan pengalaman di masa kecil akan membuat individu dewasa jadi semakin percaya diri dan merasa dirinya berharga. Otomatis dapat membuat life value-nya jadi lebih positif lagi yang mana dapat berpengaruh pada produktivitas aktivitas sehari-harinya," pungkasnya.











































