Peringatan evakuasi datang tak lama setelah gelap. Militer Israel melepaskan tembakan tidak jauh dari rumah Nasser Abu Quta di Jalur Gaza selatan, sebagai tindakan pencegahan yang dimaksudkan untuk memungkinkan orang mengungsi sebelum serangan udara.
Abu Quta, 57 tahun, mengira dia dan keluarga besarnya akan aman beberapa ratus meter dari rumah yang diberi peringatan akan adanya aksi mogok. Dia berkumpul bersama kerabatnya di lantai dasar gedung berlantai empat miliknya, bersiap menghadapi dampak buruk di daerah tersebut.
Namun rumah tetangga Abu Quta tidak pernah dihantam. Dalam sekejap, sebuah ledakan melanda rumahnya sendiri, memusnahkan 19 anggota keluarganya, termasuk istri dan sepupunya. Serangan udara tersebut juga menewaskan lima tetangganya yang berdiri di luar kamp pengungsi yang penuh sesak, yang merupakan kumpulan bangunan dan gang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diberitakan APNews, serangan udara di Rafah, sebuah kota di selatan perbatasan dengan Mesir, terjadi ketika pasukan Israel mengintensifkan pemboman mereka terhadap sasaran di Jalur Gaza menyusul serangan besar multi-front oleh militan Hamas pada hari Sabtu yang telah menewaskan lebih dari 700 orang di Israel pada hari Minggu (8/10) malam.
Hamas juga menyandera puluhan warga Israel dan menembakkan ribuan roket ke pusat-pusat pemukiman Israel, meskipun sebagian besar berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Iron Dome negara tersebut.
Namun Abu Quta tidak mengerti mengapa Israel menyerang rumahnya. Tidak ada militan di gedungnya, tegasnya, dan keluarganya tidak diperingatkan. Mereka tidak akan tinggal di rumah mereka jika mereka tetap tinggal di sana, tambah kerabatnya, Khalid.
"Ini adalah rumah persembunyian, dengan anak-anak dan perempuan," ujar Abu Quta, yang masih terguncang, berkata sambil mengingat tragedi itu secara rinci.
"Debu membanjiri rumah. Ada teriakan," katanya.
Abu Quta diliputi kesedihan ketika dia bersiap untuk segera melakukan pemakaman bersama kerabatnya yang masih hidup, termasuk anak-anak dan cucu-cucu yang terluka. Banyak mayat yang dikeluarkan dari bawah reruntuhan hangus dan hancur, katanya.
Meskipun ia berhasil mengidentifikasi jenazah 14 anggota keluarga, setidaknya empat jenazah anak-anak masih tertinggal di kamar mayat, tidak dapat dikenali. Satu mayat hilang.
"Mungkin besok kita akan menempatkan mereka di satu kuburan," katanya. "Semoga mereka beristirahat dengan damai."
(kna/kna)











































