Di seluruh jalur Gaza, rumah sakit berada di ambang kehabisan bahan bakar cadangan setelah satu-satunya pembangkit listrik di wilayah Palestina berhenti berfungsi. Hal ini terjadi karena menyusul penolakan Israel untuk mengizinkan pasokan bahan bakar.
Dalam sebuah pernyataan kepada media pada hari Rabu (13/10), juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, Ashraf Al Qidra menyebut blokade Israel dan penolakan untuk mengizinkan bahan bakar masuk ke Gaza mendorong operasi medis ke dalam situasi yang berbahaya.
"Tanpa tindakan cepat untuk memulihkan listrik, situasi di rumah sakit akan mengalami kehilangan banyak nyawa," katanya, sebuah peringatan keras akan potensi konsekuensi dari kekurangan listrik yang terus berlanjut, dikutip dari Al Jazeera.
Inti dari krisis ini adalah unit perawatan intensif, tempat ribuan orang yang terluka harus berjuang untuk hidup. Banyak dari mereka bergantung pada generator oksigen bertenaga listrik untuk bernapas dan bertahan hidup.
Selain ICU, pemadaman listrik juga berdampak pada upaya memberikan bantuan dan memelihara sistem komunikasi darurat online di seluruh Jalur Gaza yang terkena dampak bencana. Semua ini memperburuk krisis kemanusiaan.
Makanan berpendingin, yang merupakan sumber kehidupan bagi banyak orang sejak perang dimulai, kini hampir habis masa berlakunya karena hancurnya pusat perbelanjaan dan ketidakmampuan supermarket untuk beroperasi, semua ini disebabkan oleh kekurangan listrik. Lebih dari dua juta orang terjebak antara kerusakan akibat teror dan bahaya kekurangan.
Upaya untuk memediasi dan mengizinkan masuknya bahan bakar dan pasokan medis penting telah gagal. Pembangkit Listrik Gaza masih tidak aktif, sehingga memberikan bayangan gelap atas kemampuan Jalur Gaza untuk mempertahankan kehidupan dalam beberapa hari mendatang.
Pembangkit Listrik Gaza mengatakan Israel harus mencabut blokade dan menyediakan akses terhadap bahan bakar yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Simak Video "Video Laporan WHO: RS Al-Khair di Gaza Kembali Beroperasi"
(suc/kna)