Media sosial diramaikan dengan unggahan pembalut reject yang dijual di lapak online. Pembalut reject yang dijual tersebut memiliki cacat atau kerusakan sehingga tidak lolos uji kontrol kualitas.
Untuk sebagian orang, pembalut mungkin menjadi barang mewah sehingga mereka harus membeli dan menggunakan produk 'reject' setiap kali menstruasi. Perempuan yang tidak bisa mengakses produk sanitasi saat menstruasi merupakan kondisi period poverty.
Laman Medical News Today menyebut period poverty dialami oleh sekitar 500 juta perempuan di seluruh dunia. Tak jarang, period poverty juga menyebabkan penurunan kualitas mental mereka yang mengalami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlepas dari hal tersebut, banyak yang menyoroti isu keamanan saat menggunakan pembalut reject. Spesialis obgyn dr Boyke Dian Nugraha mengatakan jika produk tersebut sudah expire dan tidak lolos uji, bisa menimbulkan reaksi-reaksi seperti alergi pada alat kemaluan wanita.
"Kalau dia direjectnya karena kesalahan atau kerusakan pembuatan kaya misalnya kapasnya kurang, lapisannya yang harusnya berapa lapis menjadi lebih sedikit," kata dr Boyke kepada detikcom, Selasa (17/10/2023).
Daripada memakai pembalut reject, dr Boyke menyarankan memilih alternatif lain seperti pembalut kain atau handuk tipis. Kedua bahan tersebut masih relatif lebih aman ketimbang pembalut reject.
"Sebelum ada pembalut, dulu kan begitu. Handuk kecil dilipet, setelahnya dicuci bersih, itu juga kan jauh lebih aman. Dipakai oleh dia, dicuci oleh dia, sudah kering baru dipakai lagi waktu men, kan tetap bisa menyerap namun memang tidak praktis ya," pungkasnya.
(kna/kna)











































