Teknologi inovasi nyamuk wolbachia beberapa waktu terakhir menjadi sorotan publik. Inovasi ini diklaim mampu menekan kasus demam berdarah dengue (DBD) secara efektif.
Inovasi ini dilakukan dengan menginfeksi nyamuk aedes aegypti dengan bakteri wolbachia. Tujuannya adalah untuk mengendalikan penularan virus dengue yang menjadi penyebab DBD.
Di tengah pro dan kontra, muncul banyak rumor dan hoaks terkait inovasi nyamuk ber-wolbachia di tengah masyarakat. Salah satunya menyebut bahwa inovasi ini merupakan salah satu bentuk misi dari Bill Gates, miliarder Amerika Serikat yang memang sempat mendanai inovasi ini.
"Penyebaran nyamuk wolbachia adalah misi bill gates sebagai bapak LGBT sedunia,utk membentuk genetik LGBT melalui nyamuk tsb,yg mana Wolbachia berasal dari lalat drosophila,manusia akan jd vektor mekanik penyebar kerusakan genetik laki2 feminim," ujar salah satu netizen di media sosial X, yang dulu dikenal sebagai Twitter.
"Nyamuk wolbachia itu hasil Penelitian Lembaga Bill Gates AS dan nyamuk tsb bila disebarkan pd masyarakat kemudian menjadi wabah penyakit baru mk KEMENKES tdk akan bisa mempertanggung jawabkan nya. Utk itu nyamuk tsb tdk boleh disebarkan di Indonesia @jokowi," ucap netizen lain.
"Jika jadi, Indonesia bukan hanya disebarkan virus melalui nyamuk wolbachia Bill Gates juga akan jadi ladang uji coba untuk pengurangan jumlah penduduk dunia. Luar biasa," ujar yang lain.
Tidak ada argumen yang cukup kuat di balik berbagai komentar di media sosial tersebut, begitupun tidak ada nama-nama yang cukup meyakinkan yang turut menggaungkan narasi tersebut. Namun begitu, seorang ilmuwan yang meneliti wolbachia merasa perlu untuk meluruskannya.
Peneliti Bakteri Wolbachia dan Demam Berdarah Dengue dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM), Prof Adi Utarini, MSc, MPH, PhD memastikan bahwa kabar tersebut adalah hoaks. Ia menjelaskan bahwa teknologi ini tidak berbahaya bagi manusia seperti yang dikabarkan.
"Kami tegas mengatakan bahwa teknologi ini bukan rekayasa genetik dan hal ini juga dikuatkan dengan statement US CDC (US Center for Disease Control and Prevention), kemudian di Australia," ucap Prof Utarini dalam media briefing, Senin (21/11/2023).
"Semuanya tidak mempertimbangkan wolbachia sebagai rekayasa genetika," sambungnya.
NEXT: Wolbachia tidak ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
(avk/up)