Viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan pembebasan sandera Hamas menyusul gencatan senjata dengan Israel. Namun yang menjadi sorotan warganet adalah reaksi sandera yang terkesan memperlihatkan wajah bahagia dan melambaikan tangan pada salah seorang anggota Hamas. Mereka bahkan juga sempat berfoto bersama sebelum akhirnya berpisah.
Dari viralnya video tersebut tak sedikit warganet yang menduga bahwa warga Israel tersebut telah mengalami stockholm syndrome. Namun, di sisi lain juga ada yang beranggapan bahwa semua itu murni hasil perlakuan baik yang dilakukan Hamas pada warga Israel.
"Hamas merilis rekaman pertukaran sandera kedua dengan Israel. Beberapa tanda kemungkinan stockholm syndrome dan anggota Hamas terlihat sangat ramah," ujar pengguna media sosial X @g***crow***oz.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertanyaan bagus bagi mereka yang mengklaim bahwa para tawanan Israel yang kembali hanya mengatakan hal-hal baik tentang perlakuan Hamas karena stockholm syndrome. Mengapa warga Palestina tidak pernah mengidap stockholm syndrome ketika mereka keluar dari penjara?" ujar warganet lain @al**bumi**h yang tidak setuju dengan dugaan stockholm syndrome.
Terlepas dari kejadian tersebut, sebenarnya apa sih itu stockholm syndrome?
Dikutip dari Cleveland Clinic, stockholm syndrome merupakan sebuah respons psikologis seseorang ketika menjadi tawanan. Orang yang mengidap sindrom ini akan membentuk hubungan psikologis dengan orang yang menculik atau menawannya dan mulai bersimpati pada mereka.
Banyak profesional medis menilai bahwa perasaan positif korban terhadap pelaku kekerasan merupakan salah satu bentuk 'coping mechanism' yang dilakukan untuk bisa bertahan hidup selama berhari-hari hingga bertahun-tahun mengalami trauma.
Peneliti saat ini belum mengetahui pasti bagaimana stockholm syndrome bisa terjadi. Salah satu teori yang dikemukakan bahwa hal ini adalah teknik yang sudah turun temurun dari umat manusia.
Pada peradaban awal, selalu ada risiko ditangkap atau dibunuh oleh kelompok sosial lain. Ikatan psikologis dengan para penculik meningkatkan peluang untuk bertahan hidup. Sebagian psikiater juga percaya bahwa ini sifat alami manusia.
Teori lain juga menyebutkan bahwa orang mulai menyesuaikan perasaan mereka dan berbelas kasih pada pelaku kekerasan ketika mereka menunjukkan kebaikan dari waktu ke waktu. Namun, hingga kini peneliti belum mengetahui pasti juga mengapa ada sebagian tawanan yang bisa mengalami stockholm syndrome dan sebagian yang lainnya tidak.
Tanda atau gejala seseorang yang mengalami stockholm syndrome meliputi:
- Perasaan positif terhadap penculik atau pelaku kekerasan.
- Simpati terhadap terhadap keyakinan atau perilaku penculik.
- Perasaan negatif terhadap polisi atau figur otoritas lainnya.
Gejala lain yang mirip dengan gangguan stres pasca trauma (PTSD) meliputi:
- Mengalami kilas balik.
- Merasa tidak percaya, jengkel, gelisah, dan cemas.
- Tidak bisa bersantai atau menikmati hal-hal yang sebelumya disukai.
- Mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi.











































