Potensi Ekspor Kratom RI Masih Dibahas, Menkes Bilang Gini

Potensi Ekspor Kratom RI Masih Dibahas, Menkes Bilang Gini

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Senin, 04 Des 2023 15:16 WIB
Potensi Ekspor Kratom RI Masih Dibahas, Menkes Bilang Gini
Pemerintah membahas aturan ekspor tanaman kratom. (Foto: Rachman_punyaFOTO)
Jakarta -

Belum lama ini, Presiden Joko Widodo melakukan rapat internal bersama Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) terkait ekspor tanaman kratom. Pembahasan meliputi tata kelola perdagangan tanaman herbal kratom.

"Ya laporan pekerjaan, antara lain laporan mengenai jenis tanaman kratom," kata Zulhas saat ditanya wartawan usai rapat yang berlangsung sekitar 1 jam lebih, dikutip dari CNBC.

Zulhas menyebut, penjualan tanaman kratom sangat menguntungkan, terutama bagi petani di Kalimantan. Karenanya, perlu ada penataan perdagangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal yang kemudian menjadi catatan, kratom memiliki kandungan yang bisa dikategorikan sebagai narkotika golongan I. Badan Narkotika Nasional dan Kementerian Kesehatan masih melakukan kajian apakah tanaman tersebut termasuk dalam narkotika atau tidak.

Terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan hal tersebut sampai saat ini masih dalam pembahasan.

ADVERTISEMENT

"Kalau tanaman kratom, kemarin, aku dipanggil sama Kantor Staf Presiden, itu masih mau dikoordinasikan lagi, jadi itu kan ada Badan Narkotika Nasional juga ya, jadi bukan hanya kementerian, itu sedang masih dikoordinir," terang dia kepada wartawan di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (4/12/2023).

Kemendag melihat peluang eskpor kratom mencapai ratusan miliar rupiah. Pada 2020, nilai ekspornya bahkan menyentuh 16,23 juta atau setara Rp 252,07 miliar (Rp 15.531/US$).

Namun, lagi-lagi, belum ada uji ilmiah terkait manfaat kratom sehingga dikhawatirkan ada risiko penyalahgunaan saat diekspor. Hal ini juga sempat disorot Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI).

BPOM ikut mendukung penelitian kratom sebagai obat herbal dan fitofarmaka.

"Secara garis besar, peneliti melakukan riset dulu untuk mengembangkan ekstrak apa yang akan dikembangkan untuk menjadi fitofarmaka atau obat herbal terstandar kemudian melakukan uji pada hewan lalu toksisitas," beber Direktur Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI Dra Dwiana Andayani, beberapa waktu lalu.

Dalam peningkatan jumlah sampai jenis produk obat bahan alam dalam negeri termasuk kratom, diperlukan pengembangan metode kontrol kualitas. Mulai dari bahan baku sampai produk jadi.

Saat ini, posisi kratom dalam Surat Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.23.3644 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan, daun kratom disebutkan termasuk bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan. BPOM RI juga melarang kratom dipakai sebagai obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

Adapun efek samping yang bisa timbul terkait penggunaan kratom mirip dengan beberapa jenis narkotika seperti pusing, mengantuk, halusinasi dan delusi, depresi, sesak napas, kejang, dan koma. Beberapa orang juga bisa mengalami keluhan menggigil, mual dan muntah, berat badan turun, gangguan buang air kecil dan buang air besar, kerusakan hati, dan nyeri otot. Karenanya, hingga kini, masih belum ada izin kratom untuk obat herbal.




(naf/up)

Berita Terkait