Dikutip dari laman Sehat Negeriku, data di Indonesia menunjukkan sebanyak 6,1 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental. Disebutkan pula, angka kesakitan dan kematian di masa remaja akhir-akhir ini juga meningkat hingga 200 persen. Ketidakmampuan dalam mengendalikan perilaku dan emosi menjadi penyebab meroketnya angka tersebut.
Akhir-akhir ini juga banyak terjadi kasus bunuh diri yang datang dari kalangan Gen Z. Sebagai contoh, seorang mahasiswa kampus swasta di Jogja ditemukan tewas dalam kondisi gantung diri di tangga kos daerah Depok, Sleman pada Rabu (6/12/2023). Di lokasi berbeda tetapi masih dalam rentang waktu yang cukup berdekatan, korban berinisial M (21) ditemukan tewas gantung diri di wilayah Jakarta Timur, Kamis (30/11/2023).
Menanggapi hal tersebut, spesialis kedokteran jiwa dr Lahargo Kembaren, SpKJ membenarkan adanya tren peningkatan kasus masalah kesehatan mental ataupun gangguan kejiwaan pada kalangan Gen Z.
"Ada tren peningkatan kasus masalah kesehatan mental ataupun gangguan kejiwaan pada anak-anak usia remaja, atau dewasa muda, atau dikenal dengan Gen Z. Setuju sekali, di praktik klinis yang saya lakukan juga itu cukup meningkat," terangnya kepada detikcom, Selasa (12/12/2023).
Dalam praktik klinisnya, ia mencatat bahwa gangguan kesehatan mental yang paling banyak ditemui pada Gen Z adalah gangguan ansietas atau kecemasan, depresi dengan menyakiti diri sendiri, dan bunuh diri. Kapasitas mental dan tingkat stressor menjadi faktor penyebab utama dari kasus-kasus tersebut.
"Kasus-kasus yang paling banyak itu gangguan ansietas atau kecemasan, depresi yang disertai dengan self-harm, dan juga suicide atau bunuh diri. Faktor penyebabnya kalau untuk gangguan kejiwaan itu ada dua. Pertama, karena kapasitas mental yang kurang baik. Kedua, karena tingkat stressor yang cukup besar," katanya.
Ia menjelaskan, kapasitas mental dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk genetik, pola asuh orang tua, pendidikan, regulasi emosi, keterampilan sosial, dan kemampuan hidup (life skill). Kurangnya kapasitas mental membuat Gen Z rentan terhadap gangguan kesehatan jiwa.
Adapun stressor, jelasnya, adalah beragam masalah pada psikososial seseorang, yakni hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan kesehatan mentalnya.
"Stressor ini adalah beragam masalah psiko sosial yang dialaminya. Entah itu di sekolah dengan beratnya pelajaran, overload kegiatan sehari-hari, masalah pergaulan, relationship, belum lagi ada yang toxic misalnya," terangnya.
dr Lahargo juga menyoroti dampak teknologi informasi terhadap generasi yang tumbuh dengan reformasi digital ini. Permasalahan dari perkembangan teknologi, seperti cyber bullying, adiksi terhadap media sosial dan game, serta judi online juga rentan mengganggu kesehatan jiwa Gen Z.
Media sosial, misalnya, rentan menyebabkan Gen Z untuk membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Walhasil, banyak dari mereka mengalami penurunan kepercayaan diri hingga mentalnya terganggu.
"Berbagai platform media sosial juga memudahkan anak-anak Gen Z ini untuk melihat kehidupan orang lain dan membuat mereka jadi comparing atau membandingkan dirinya dengan orang lain. Sehingga membuat diri merasa tak sepadan, tak selevel yang berujung pada rasa insecure secara berulang dan berlebihan," pungkasnya.
Simak Video "Video: Profesi Jurnalis dan Tingginya Risiko Gangguan Mental"
(naf/naf)