Second-hand embarrassment belakangan ramai dibahas pasca debat calon wakil presiden berlangsung Minggu malam (21/1/2024). Beberapa netizen mengaitkan istilah ini dengan rasa malu melihat gaya debat cawapres yang dinilai kurang pantas atau tidak sesuai konteks.
Di luar kasus tersebut, second-hand embarrassment sebetulnya terjadi berdasarkan cara kerja di wilayah otak yang bertanggung jawab atas kemampuan seseorang mengatur emosi, merespons rasa sakit, dan memungkinkan tubuh pulih.
Bagian-bagian otak tersebut aktif ketika secara pribadi mengalami rasa sakit, rasa malu, atau penyesalan. Begitu juga saat melihat orang lain mengalami hal-hal tersebut. Walhasil, seseorang bisa ikut merasa malu melihat tingkah laku orang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Otak kita dirancang untuk mampu mensimulasikan pengalaman emosional orang lain dan merasakan apa yang dirasakan orang lain," beber psikolog klinis Marielle Collins, dikutip dari Cleveland Clinic, Senin (22/1/2024).
Hal ini juga menjawab mengapa seseorang bisa ikut menangis ketika melihat ada yang tengah berduka atau merasa kesakitan. Faktanya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kita merasa sedih ketika orang lain mengalami rasa sakit, gara-gara kecemasan pribadi ikut meningkat.
"Dan meskipun kita mengalami tingkat rasa malu yang lebih tinggi ketika sesuatu terjadi pada seseorang yang dekat dengan kita, hal ini juga bisa terjadi ketika kita menonton sesuatu di TV," beber Collines.
"Anda mungkin akan lebih mudah merasa malu jika Anda memiliki kapasitas empati yang tinggi," kata Collins.
Bisakah Menyetop Kebiasaan Ini?
Ada sejumlah cara yang diyakini Collins bisa mengurangi kebiasaan second-hand embarrassment, untuk mengurangi dampaknya.
1. Mengubah Mindset
Jika mengalami second-hand embarrassment atau rasa malu yang tak disengaja, seseorang disarankan untuk mulai menata ulang mindset mereka.
"Terkadang, mengubah cara berpikir Anda tentang emosi bisa membantu," kata dr. Collins.
"Saat kita mengalami emosi yang tidak nyaman, kita sering menganggapnya 'buruk', dan hal itu membuat kita semakin cemas saat mencoba menghilangkannya, sehingga menambah tekanan. Memiliki pendekatan yang lebih penuh perhatian dapat membantu dengan mengakui apa yang kita rasakan saat ini tanpa menghakimi dan membiarkan emosi itu berlalu."
2. Stop Judging
Saat mengalami hal ini, alih-alih kemudian melanjutkan dampaknya dengan melontarkan kata-kata 'judging' atau menghakimi, dr Collins menyarankan untuk menarik napas panjang dan mengatur emosi.
"Jika menyadari bahwa mengalami rasa malu yang tidak disengaja, daripada menghakimi atau bereaksi terhadap hal tersebut, kamu lebih baik berhenti sejenak dan menggunakan teknik STOP," kata dr Collins.
"Saat kita terjerumus ke dalam lubang kelinci dengan pikiran dan emosi kita, semuanya bisa menjadi semakin besar," lanjutnya.
Berfokus pada napas bermanfaat karena dua alasan. Pertama, ketika memperlambat pernapasan, otomatis mengaktifkan sistem saraf parasimpatis atau yang bertanggung jawab untuk membuat tubuh relaks pasca periode stres dan bahaya. Secara bersamaan memperlambat detak jantung dan ini juga memberi sesuatu yang netral untuk memusatkan perhatian.
"Jika fokus pada sesuatu yang memalukan dan terus memikirkannya, kemungkinan besar stres dan kecemasan akan meningkat," kata Dr. Collins.
"Tetapi jika kamu fokus pada pernapasan, kamu dapat menenangkan tubuh dan memusatkan pikiran pada saat ini pada sesuatu yang netral."











































