Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa 47 persen masyarakat Indonesia tidak menerapkan aspek mindful eating ketika makan. Survei yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC) pada 1.158 responden ini mengungkapkan bagaimana kebiasaan masyarakat Indonesia ketika makan yang ternyata dapat memberikan efek pada kesehatan.
Mindful eating merupakan sebuah model atau perilaku makan yang dilakukan secara lebih menikmati dan sadar bahwa apa yang dimakan dapat memberikan dampak kesehatan untuk tubuh. Seseorang yang tidak menerapkan mindful eating dinamakan emotional eater.
Emotional eating adalah kondisi saat seseorang menggunakan makanan sebagai cara untuk mengatasi emosi tanpa kesadaran, bukan karena lapar. Makanan menjadi kompensasi emosi, misalnya saat stres kerja atau sedang marah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mindful eating dia makan yang sadar akan bermanfaat untuk tubuh. Terus biasanya mindful eating itu biasanya dilakukan dengan tidak buru-buru, dia akan tahu bahwa nutrisi dalam setiap makanan yang dimakan itu akan memberi dampak kesehatan organ dan ujungnya membuat bahagia," ucap tim peneliti Dr dr Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH ketika ditemui detikcom di Jakarta Selatan, Rabu (24/1/2023).
Dalam penjabarannya dr Ray mengatakan bahwa responden survei berasal dari 20 provinsi di Indonesia dengan rentang usia 20-59 tahun. Terungkap bahwa dari keseluruhan responden terdapat 53 persen orang Indonesia yang menerapkan mindful eating.
Kondisi tersebut membuat setidaknya 4 dari 10 orang di Indonesia tidak menerapkan mindful eating. Menurut dr Ray, kondisi ini menunjukkan masih kurangnya perhatian khusus masyarakat soal mindful eating. Padahal menurutnya, persoalan pemenuhan gizi tubuh tidak hanya sekadar dari 'apa yang dimakan', melainkan juga 'bagaimana cara makan'.
"Ternyata waktu kita lihat total dari semua orang yang memiliki emotional eating, kebanyakan di bawah 40 tahun. Berarti di usia muda hingga dewasa muda. Orang di kelompok usia ini risikonya dua kali lipat untuk menjadi emotional eater," jelas dr Ray.
Berdasarkan temuannya, 49 persen orang dengan usia di bawah 40 tahun mengalami emotional eater. Temuan yang lain mengungkapkan bahwa 57 persen responden yang sedang diet juga mengalami emotional eating dan 51 persen orang yang mengalami emotional eating berisiko mengalami stres tingkat sedang.
dr Ray mengatakan bahwa stres dan emotional eating dapat menjadi sebuah 'lingkaran setan'. Di satu sisi stres berlebih dapat menyebabkan perilaku emotional eating, namun di sisi lain juga perilaku ini juga dapat memicu stres.
Perilaku ini menurutnya dapat membuat proses penyerapan gizi yang ada di makanan ikut terhambat dan mempengaruhi kesehatan tubuh.
"Ketika makan kan tubuh akan mengeluarkan enzim, yang mencerna makanan itu adalah enzim. Perlu diingat enzim-enzim itu akan keluar optimal saat tidak ada stres. Makanan sudah pada gizi, tapi ketika makan dalam kondisi stres enzimnya jadi tidak maksimal," jelas dr Ray.
Penelitian tersebut juga mengungkapkan orang-orang berusia di atas 40 tahun memiliki kecenderungan mindful eating yang lebih baik. Sebanyak 62 persen orang berusia di atas 40 tahun merupakan seorang mindful eater.
dr Ray juga menemukan bahwa 73 persen orang yang menjalankan perilaku mindful eating berpotensi 3 kali lebih besar untuk tidak terhindar dari stres.
"Orang yang menerapkan mindful eating status kesehatannya jauh lebih bagus. Kesehatan fisik dan mental seimbang, dan yang paling penting adalah dia dapat menurunkan risiko-risiko penyakit metabolik seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi, dan lainnya," pungkasnya.











































