Rencana Ganjar Kembalikan Mandatory Spending yang Hilang di UU Kesehatan Baru

Rencana Ganjar Kembalikan Mandatory Spending yang Hilang di UU Kesehatan Baru

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Senin, 05 Feb 2024 05:30 WIB
Rencana Ganjar Kembalikan Mandatory Spending yang Hilang di UU Kesehatan Baru
Foto: Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengatakan negara harus memberikan fasilitas jika pendidikan ingin maju. Dia juga menyoroti soal gaji guru. (YouTube KPU RI)
Jakarta -

Isu mandatory spending atau penghapusan dana anggaran kesehatan wajib APBN minimal 5 persen di UU Kesehatan No 17 Tahun 2023 disinggung calon presiden nomor urut 03 Ganjar Pranowo. Pernyataan ini benar, mengacu pada regulasi baru di pasal 409 ayat (3) yang menegaskan anggaran kesehatan diatur sesuai dengan kebutuhan dalam negeri.

Pemerintah pusat mengalokasikan anggaran kesehatan dari pendapatan dan belanja negara sesuai dengan kebutuhan program nasional yang dituangkan dalam rencana induk bidang kesehatan dengan memperhatikan penganggaran berbasis kinerja.

"Pengalokasian anggaran Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4ll), termasuk memperhatikan penyelesaian permasalahan Kesehatan berdasarkan beban penyakit atau epidemiologi," tulis pasal 409 UU Kesehatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan tanpa sebab, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan pertimbangan mekanisme baru ini juga dilatarbelakangi pengamatan pihaknya terkait spending atau pembiayaan kesehatan banyak negara.

"Kita mempelajari di seluruh dunia mengenai spending kesehatan. Negara paling besar spendingnya Amerika, itu US$ 12.000, rata-rata usianya 80. Kuba dengan US$ 1.900 rata-rata usianya juga 80. Apa yang kita pelajari dari situ? Besarnya spending tidak menentukan kualitas dari outcome. Tidak ada data yang membuktikan semakin besar spending, derajat kesehatannya makin baik," ujarnya beberapa waktu lalu.

ADVERTISEMENT

Artinya, belum tentu pembiayaan kesehatan yang dikeluarkan lebih besar, membuat kesehatan di suatu negara lebih baik. Alih-alih fokus pada pengeluaran, masyarakat dinilai perlu melihat hasil dari besaran anggaran yang digelontorkan.

Di sisi lain, penghapusan mandatory spending ini juga sempat dikecam Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI). CISDI menilai pemerintah tidak lagi memprioritaskan kesehatan dengan hilangnya dana kesehatan di UU baru.

Founder dan CEO CISDI menilai nihilnya mandatory spending membuktikan tidak ada jaminan komitmen perbaikan pemerintah untuk memperkuat sistem kesehatan, di tingkat daerah maupun pusat. Sebab, realitas di lapangan menurutnya saat ini memprihatinkan, pembangunan kesehatan nasional prioritas banyak tidak terlaksana imbas minimnya anggaran.

NEXT: Pernyataan Ganjar soal anggaran kesehatan

Pernyataan Ganjar

Jika terpilih, Ganjar berniat untuk kembali menerapkan mandatory spending 5 sampai 10 persen di APBN hingga APBD. Salah satu fokus utamanya yakni menyiapkan satu fasilitas kesehatan, satu nakes, di setiap desa sehingga akses masyarakat terpencil bisa lebih mudah.

"Hanya memang ketika UU Kesehatan sebelumnya mengatur persentase anggaran terpotong, ini mesti dikendalikan, kita kembalikan ke formula sebelumnya, 5-10 persen menjadi angka yang bisa menjaga kondisi kesehatan kita jauh lebih baik," beber Ganjar dalam Debat Capres Kelima, Minggu (4/2/2024).

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Curhatan Menkes Budi ke DPR soal UU Kesehatan Digugat Terus!"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)
Capres Bicara Kesehatan
15 Konten
Sejumlah isu kesehatan disorot dalam debat Capres kelima, Minggu (4/2/2024). Mulai dari stunting hingga pemerataan dokter dan layanan kesehatan.

Berita Terkait