Fakta-fakta Hematoma Subdural, Diidap Akira Toriyama 'Dragon Ball' Sebelum Meninggal

Round Up

Fakta-fakta Hematoma Subdural, Diidap Akira Toriyama 'Dragon Ball' Sebelum Meninggal

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Sabtu, 09 Mar 2024 05:00 WIB
Fakta-fakta Hematoma Subdural, Diidap Akira Toriyama Dragon Ball Sebelum Meninggal
Akira Toriyama (Foto: via REUTERS/KYODO)
Jakarta -

Kreator manga Dragon Ball, Akira Toriyama, meninggal di usia 68 tahun. Informasi menyebut, ia meninggal karena mengalami hematoma subdural akut.

Situs resmi Dragon Ball mengungkap informasi itu dalam sebuah surat pernyataan dari Bird Studio yang menaungi Akira, dan ditujukan untuk para rekan dan mitra. Surat tersebut dipublikasikan pada 8 Maret 2024.

"Yang terkasih, teman dan mitra, kami dengan sangat sedih menginformasikan bahwa kreator manga Akira Toriyama meninggal dunia pada 1 Maret karena hematoma subdural akut," tulis pernyataan tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ia berusia 68," lanjutnya.

Semasa hidup, Akira melahirkan sejumlah karya legendaris. Selain manga legendaris Dragon Ball, manga Dr Slump yang juga diangkat menjadi seri anime merupakan salah satu karya terpopulernya di era 1980-an.

ADVERTISEMENT

Apa itu hematoma subdural?

Dikutip dari Mayo Clinic, hematoma subdural merupakan salah satu bentuk hematoma intracranial. Untuk diketahui, hematoma intracranial merupakan penumpukan darah di dalam tengkorak, biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, dan bisa juga sebagai dampak dari trauma di kepala.

Berdasarkan lokasinya, hematoma intracranial terbagi menjadi tiga.

1. Hematoma subdural

Terjadi ketika pembuluh darah yang pecah berada di antara otak dan lapisan terluar dari 3 lapisan pelindung otak yang disebut 'dura mater'. Penumpukan darah yang terjadi bisa menekan otak, memicu hilangnya kesadaran hingga kematian.

Tipe akut merupakan tipe paling berbahaya, biasanya merupakan dampak dari cedera berat di kepala. Gejala hematoma subdural akut bisa muncul seketika.

Sementara itu, tipe subakut dan kronis membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang. Tipe kronis bahkan membutuhkan waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan hingga muncul gejala.

2. Hematoma Epidural

Disebut juga hematoma ekstradural, terjadi ketika pembuluh darah yang pecah terjadi di antara lapisan terluar pelindung otak (dura) dan tengkorak. Penyebab paling umum adalah trauma.

3. Hematoma intraserebral / intraparenchymal

Pada tipe ini, darah menggenangi jaringan otak. Ada banyak penyebabnya, termasuk trauma dan aneurisma atau pecahnya pembuluh darah di otak. Tumor dan tekanan darah tinggi juga bisa menjadi pemicunya.

Apa saja gejala hematoma subdural?

Gejala hematoma subdural bisa bervariasi, umumnya dipengaruhi laju perdarahan yang terjadi. Pada cedera kepala berat yang disertai perdarahan parah, seseorang bisa seketika kehilangan kesadaran dan bahkan mengalami koma.

Ada kalanya, seseorang tampak biasa saja hingga beberapa hari setelah cedera di kepala. Namun perlahan, orang tersebut mengalami kebingungan lalu tidak sadara beberapa hari kemudian. Ini terjadi pada hematoma dengan perdarahan yang lebih lambat.

Beberapa gejala yang umum ditemukan antara lain:

  • Sakit kepala
  • Kebingungan
  • Perubahan perilaku
  • Pusing
  • Mual-muntah
  • Lethargi atau mengantuk berlebihan
  • Lemah
  • Apati
  • Kejang
  • Ukuran pupil mata yang tidak biasa
  • Hilang ingatan
  • Penglihatan berubah
  • Dan sebagainya.

Pada kondisi yang lebih serius, gejalanya bisa mencakup:

  • Lumpuh
  • Kejang
  • Masalah pernapasan
  • Hilang kesadaran
  • Koma.

NEXT: Penyebab hematoma subdural

Simak Video 'KuTips: Catatan Penting Demi Menyusui Lancar saat Puasa Ramadan':

[Gambas:Video 20detik]



Apa penyebab hematoma subdural?

Umumnya, hematoma subdural disebabkan oleh cedera kepala akibat jatuh, tabrakan kendaraan bermotor, atau serangan. Hentakan mendadak di kepala melukai pembuluh darah yang menjalar di permukaan otak.

Beberapa jenis olahraga yang melibatkan kontak fisik seperti American football, tinju, atau mixed martial arts (MMA) termasuk punya risiko tinggi. Bayi baru lahir juga rentan mengalaminya karena tengkoraknya belum mengeras, dan bisa juga dipicu trauma saat kelahiran maupun 'baby shaken syndrome'.

Halaman 2 dari 2
(up/up)

Berita Terkait