Dokter RS Royal Progress Ungkap Deteksi Kelainan Pembuluh Darah dengan DSA

Dokter RS Royal Progress Ungkap Deteksi Kelainan Pembuluh Darah dengan DSA

Inkana Izatifiqa R Putri - detikHealth
Senin, 29 Apr 2024 15:47 WIB
Dokter RS Royal Progress Ungkap Deteksi Kelainan Pembuluh Darah dengan DSA
Foto: Cath Lab RS Royal Progress, ruang tindakan DSA
Jakarta -

Stroke menjadi penyakit dengan prevalensi kematian tertinggi ketiga di Indonesia. Adapun kondisi ini dapat terjadi lantaran pecahnya pembuluh darah sehingga mengakibatkan stroke hemoragik ataupun sumbatan pembuluh darah yang kemudian mengakibatkan stroke iskemik.

Oleh karenanya, diperlukan deteksi dini untuk mengetahui apakah seseorang mengalami kelainan pada sistem pembuluh darah yang dapat mengakibatkan kondisi tersebut.

Spesialis radiologi intervensi dari RS Royal Progress dr Kevin Julius Tanady, SpRad, SubspRI(K) menjelaskan di Indonesia ada tiga metode yang umum untuk mendeteksi sumbatan pada pembuluh darah. Metode tersebut yakni, MRI, CT Scan, dan Digital Subtraction Angiography (DSA).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketiganya cukup umum di Indonesia, tetapi yang lebih banyak tersedia di rumah sakit adalah CT Scan. Diikuti dengan MRI, lalu DSA," ujar dr Kevin dalam keterangannya,, Senin (8/3/2024).

"Dari masing-masing pencitraan ini, yang menjadi gold standard atau baku emas dalam pemeriksaan pembuluh darah kepala adalah DSA," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, dr Kevin menyampaikan DSA menjadi 'gold standard' dalam deteksi kelainan pembuluh darah. Pasalnya, jika dibandingkan dua metode lainnya, DSA dapat merekam aliran pembuluh darah secara real-time dan dengan resolusi yang lebih baik.

Selain itu, dr Kevin mengungkapkan DSA memberikan hasil yang jauh lebih akurat. Tingkat akurasi dari metode DSA pun mencapai 98,7 persen dalam mendeteksi aneurisma, suatu jenis kelainan pada dinding pembuluh darah.

"CT scan dan MRI menghasilkan gambar yang tidak bergerak. Sedangkan dengan menggunakan DSA, selain memiliki resolusi yang lebih tinggi, dokter juga dapat menilai aliran pembuluh darah melalui gambar yang bergerak. Sehingga memungkinkan dokter untuk menegakkan diagnosis dengan lebih akurat dan menentukan tatalaksana yang tepat," papar dr Kevin.

dr Kevin menjelaskan DSA merupakan prosedur minimal invasif dan memiliki risiko relaitf minim dibandingkan tindakan operasi. Adapun salah satu risiko yang paling umum, yaitu perdarahan maupun infeksi pada lokasi memasukkan kateter.

"Tetapi dengan metode yang tepat dan dengan penanganan yang baik, risiko-risiko tersebut dapat diminimalisir," tuturnya.

Penerapan Metode DSA pada Anak-anak

Stroke yang kerap terjadi di usia muda adalah stroke hemoragik tipe subarachnoid. Stroke jenis ini kerap terjadi karena pecahnya aneurisma pada pembuluh darah otak. Seperti diketahui, kelainan pada pembuluh darah tidak mengenal batasan usia, bahkan anak-anak pun bisa mengalaminya.

"Jadi pada pemeriksaan DSA tidak ada batasan usia. Namun, pada anak-anak biasanya akan dilakukan pembiusan secara umum agar pasien tidak bergerak selama prosedur berlangsung," ungkap dr Kevin.

Mengacu pada standar yang ditetapkan Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan Amerika Serikat (FDA), anestesi umum dapat dilakukan pada anak berusia minimal 3 tahun.

Klik halaman selanjutnya >>>

Meskipun minim risiko, lanjut dr Kevin, metode ini perlu dipertimbangkan keuntungan dan risikonya jika dilakukan pada anak-anak. Sebab, metode ini menggunakan radiasi sinar-X yang paparannya sebaiknya diminimalisir, terutama pada anak-anak.

"Perlu mempertimbangkan risiko dan manfaat, dokter hanya akan melakukan pemeriksaan (DSA) jika benefit dari pemeriksaan tersebut lebih besar dibandingkan risiko. Jadi nantinya pertimbangan tersebut akan dievaluasi secara case by case," ungkap dr Kevin.

Menurut dr Kevin, DSA memiliki kontraindikasi relatif bagi pasien yang memiliki alergi terhadap zat kontras yang mengandung iodine dan pengidap gagal ginjal. Oleh karena itu, diperlukan skrining secara detail untuk mengetahui keuntungan dan risikonya sebelum menjalani prosedur DSA.

Prosedur DSA

dr Kevin mengungkapkan pada kasus aneurisma, salah satu keluhan yang umum terjadi adalah nyeri kepala berulang pada satu titik yang sama. Jika tidak ditangani, aneurisma bisa pecah dan mengakibatkan stroke perdarahan.

Oleh karena itu, jika seseorang mengalami nyeri kepala berulang, sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter. Hal ini diperlukan untuk menilai perlu atau tidaknya pemeriksaan DSA atau pemeriksaan vaskular lainnya.

Seiring kemajuan teknologi, lanjut dr Kevin, prosedur DSA dapat dilakukan dengan langkah yang lebih aman dan ukuran sayatan yang kecil, yakni kurang lebih 5 mm. Dalam hal ini, pasien akan dibaringkan di meja pemeriksaan angiografi, mendapatkan pembiusan secara lokal atau pun bius total sesuai kondisi, sambil dipantau tanda-tanda vitalnya oleh tim medis.

Melalui kateter khusus, dokter akan menyuntikkan cairan kontras ke dalam bagian tubuh pasien yang akan diperiksa. Dengan menggunakan sinar X, dokter akan memantau perjalanan kontras melalui pembuluh darah dan mengevaluasi kondisi vaskuler pasien.

Usai pemeriksaan dinyatakan selesai, dokter akan langsung melakukan hemostasis pada lokasi penyuntikan untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya, pasien diharuskan beristirahat dengan posisi terlentang dan dipantau selama 4 hingga 6 jam. Sementara itu tim medis akan mengamati kondisi kesehatan pasien, salah satunya tidaknya komplikasi pada lokasi bekas suntikan.

Setelah tindakan vaskular, sambung dr Kevin, DSA dapat digunakan untuk memantau hasil dan memastikan perbaikan yang diinginkan telah tercapai. DSA juga dapat membantu mengidentifikasi dini adanya komplikasi seperti pendarahan atau pembekuan darah yang dapat terjadi selama atau setelah tindakan vaskular. Dengan teknologi digital terkini, dosis radiasi dapat diatur sedemikian rupa untuk meminimalkan risiko paparan radiasi pada pasien.

Salah satu rumah sakit yang menyediakan angiografi dengan teknologi canggih, yaitu RS Royal Progress. Selain itu, pasien stroke di RS Royal Progress juga ditangani oleh dokter spesialis secara multidisiplin.

"Keunggulannya dari penanganan stroke di RS Royal Progress ini ada dokter spesialis di bidangnya masing-masing. Ada dokter spesialis saraf, spesialis bedah saraf, dan spesialis radiologi intervensi," ucap dr Kevin.

dr Kevin pun mengimbau agar tidak meremehkan penyakit stroke dan gejalanya. Salah satu gejala yang dirasakan, yaitu kondisi lemah pada salah satu sisi tubuh, gangguan berbicara, dan gangguan keseimbangan.

Jika dirasa ada gejala dan membutuhkan pemeriksaan lanjutan, segera konsultasikan dengan dr Kevin Julius Tanady,SpRad, SubspRI(K), Dokter Spesialis Radiologi Subspesialis Radiologi Intervensi di RS Royal Progress.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Mengenal Jenis Penyakit Stroke dan Penyebabnya"
[Gambas:Video 20detik]
(ncm/ega)

Berita Terkait