Menkes Buka Suara soal 42 Balita Keracunan Makanan Pencegah Stunting di Sulbar

Menkes Buka Suara soal 42 Balita Keracunan Makanan Pencegah Stunting di Sulbar

Devandra Abi Prasetyo - detikHealth
Sabtu, 11 Mei 2024 15:09 WIB
Menkes Buka Suara soal 42 Balita Keracunan Makanan Pencegah Stunting di Sulbar
Ilustrasi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/kan2d)
Jakarta -

Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan jika Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulawesi Barat tidak dilibatkan soal pemberian makanan tambahan (PMT) di Mamuju. Karenanya, kemungkinan PMT berupa bubur bayi teridentifikasi bakteri sampai menyebabkan 42 balita keracunan tidak melalui pengawasan Dinkes setempat.

"Saya dengar, memang ada. Itu dilakukan bukan oleh Dinas Kesehatan, itu dilakukan saya lupa tuh dinas apa yang melakukan. Saya ter-update itu, memang bukan (dilakukan) oleh Dinas Kesehatan," ujar Budi di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Sabtu (11/5/2024).

Budi mengimbau kepada seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) yang ingin memberikan PMT kepada balita untuk mencegah stunting agar melibatkan Dinas Kesehatan setempat. Pasalnya, Dinkes bisa melakukan control secara menyeluruh, agar makanan tersebut aman dikonsumsi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya minta ke Pemda, jika mau melakukan program-program seperti itu, tolong koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat. Sehingga, Dinas Kesehatan bisa melakukan kayak quality control, quality insurance terhadap program-program yang diberikan," tambahnya.

Sebagai informasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Mamuju, Sulawesi Barat sebelumnya melakukan pemeriksaan sampel bubur yang diduga menjadi penyebab 42 balita hingga remaja keracunan. BPOM Mamuju mengungkapkan bubur tersebut mengandung bakteri Escherichia coli atau E coli.

ADVERTISEMENT

"E coli-nya ada, sudah ada satu mikrobiologi itu, Namanya E coli," ujar Kepala BPOM Mamuju Suliyanto, dikutip dari detiksulsel, Sabtu (11/5/2024).

Suliyanto mengatakan saat sampel diperiksa memang sudah dalam kondisi babubusi, sehingga telah mengandung bakteri.

"Hanya kita agak bingung juga ini, E coli-nya itu apakah memang kandungan awalnya sudah ada itu (saat bubur dibagikan) atau karena kondisi sampelnya yang basi, ini yang kami agak belum bisa mengambil kesimpulan ini," pungkasnya.




(Devandra Abi Prasetyo/naf)

Berita Terkait