Diketahui, depresi pada remaja bisa disebabkan oleh faktor genetik serta perubahan hormon, hingga pengalaman traumatis. Namun di samping itu, ternyata paparan zat berbahaya bisa memicu depresi. Salah satu yang mesti diwaspadai adalah Bisfenol A (BPA).
Riset yang dilakukan Colombia University menunjukkan anak laki-laki yang pernah terpapar BPA di masa dalam kandungan, lebih berisiko terkena gejala kecemasan dan depresi di usia 10-12 tahun. Riset ini membuktikan paparan BPA prenatal ini dapat berkontribusi terhadap efek khusus jenis kelamin pada kecemasan dan gejala depresi.
Tentunya paparan Bisfenol A (BPA) ini memberikan pengaruh yang negatif terhadap perilaku anak-anak. BPA juga dapat memberikan efek gangguan endokrin. Tingkat paparan BPA yang lebih tinggi sebelum lahir juga memiliki korelasi dengan gangguan perilaku lebih besar pada anak usia 0-12 tahun.
Selain itu, riset yang dilakukan University of Granada Spain menunjukkan karakter anak laki-laki yang terpapar BPA, mengalami somatic complaints (kecenderungan untuk mengalami dan mengekspresikan tekanan seperti sakit kepala, sakit perut atau mual), masalah dalam bersosialisasi dan berpikir pada masa pra pubertas. Akan tetapi, pengaruh paparan BPA ini tidak terlalu terlihat pada anak perempuan.
Menurut tim peneliti, kondisi berbeda pada anak laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh otak anak laki-laki yang lebih rentan, terhadap paparan BPA ketika masih berkembang di dalam rahim. Risiko rentan depresi ini dapat mempengaruhi anak di masa mendatang.
Depresi pada anak terutama remaja dapat mengganggu konsentrasi anak untuk bersosialisasi, berprestasi di sekolah dan berteman. Remaja yang mengalami depresi ini juga hanya sedikit yang berusaha mencari pertolongan medis untuk sembuh.
Pentingnya edukasi terhadap kesadaran masyarakat tentang bahaya BPA ini untuk mencegah paparan dan dampak merugikan terlebih pada bayi atau anak-anak. BPA dapat mengalami migrasi dan mengkontaminasi produk dalam kemasan.
Oleh karena itu, penggunaan BPA dalam suatu produk tertentu harus dikurangi. Di Indonesia, penggunaan plastik mengandung BPA sudah diatur oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 20 tahun 2019. Aturan tersebut mengatur batas migrasi BPA pada plastik polikarbonat untuk kemasan pangan hanya boleh 0,6 bpj.
Simak Video "Inestigasi KKI: 57% Galon Beredar Beresiko pada Kesehatan, Usia >2 Tahun"
(prf/ega)