Anjing rakun merupakan hewan yang paling banyak secara genetika dalam sampel pasar, dan DNA yang diidentifikasi di lokasi yang sama dengan virus. Anjing rakun juga diketahui rentan terhadap virus Corona dan sebelumnya membawa virus yang menyebabkan wabah SARS pada tahun 2003.
"Banyak spesies hewan utama telah disingkirkan sebelum tim CDC Tiongkok tiba, jadi kami tidak memiliki bukti langsung bahwa hewan tersebut terinfeksi," kata rekan penulis korespondensi Florence Débarre dari Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis (CNRS) dalam sebuah pernyataan.
"Kami melihat hantu DNA dan RNA hewan-hewan ini dalam sampel lingkungan, dan beberapa di antaranya berada di kandang tempat SARS-CoV-2 juga ditemukan. Ini adalah hal yang akan Anda harapkan dalam skenario di mana terdapat hewan yang terinfeksi di pasar."
"Ini adalah bidang di mana penulis tahu bahwa keluarannya akan diteliti, sehingga analisisnya harus hati-hati," kata Alice Hughes, pemimpin kelompok di Biodiversity Analytics of Terrestrial Ecosystems (BAT) di Universitas Hong Kong, dalam sebuah pernyataan kepada Science Media Centre. Hughes tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Adapun studi baru ini memberikan dukungan ekstra terhadap peran potensial Huanan pada tahap awal pandemi dan menunjukkan pergerakan hewan, termasuk satwa liar, di seluruh China untuk diperdagangkan dan dikonsumsi.
Namun, ada teori lain tentang bagaimana jejak virus itu sampai di pasar. Salah satunya bahwa manusia yang terinfeksi menularkannya ke hewan. Namun, analisis jalur evolusi genom virus paling awal yang terkait dengan pandemi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sedikit, jika ada, manusia yang terinfeksi pada saat wabah di pasar itu terjadi.
"Setiap hipotesis tentang kemunculan COVID-19 harus menjelaskan bagaimana virus tersebut sampai di salah satu dari empat pasar satwa liar hidup yang terdokumentasi di kota seukuran Wuhan pada saat hanya sedikit manusia yang terinfeksi," tulis para penulis. Wuhan memiliki populasi lebih dari 13,7 juta jiwa pada tahun 2022.
Akan tetapi, penelitian tersebut tidak membuktikan secara pasti spesies mana yang menularkan SARS-CoV-2 ke manusia. Alih-alih, penelitian tersebut mengidentifikasi daftar pendek hewan yang paling mungkin memainkan peran, termasuk anjing rakun, musang, tikus bambu, dan landak.
"Bagi seseorang yang telah mempelajari kemunculan dan evolusi virus selama 15 tahun, saya dapat menjamin bahwa kita semua yang duduk di sini belum pernah melihat tingkat detail seperti ini. Namun sekali lagi, ini bukan bukti langsung," kata Andersen. "Tidak akan pernah ada satu pun bukti yang kuat."
Penelitian ini juga dibatasi oleh ketidakmampuannya untuk menentukan secara tepat kapan materi genetik virus atau hewan disimpan di pasar, sehingga mencegah konfirmasi keselarasan kronologis antara sampel.
Namun, data tersebut memberikan lebih banyak petunjuk untuk melacak asal-usul virus dan mencegah wabah zoonosis, atau antarspesies, di masa mendatang.
Andersen menyoroti fakta bahwa SARS-CoV-2 bukan satu-satunya virus yang ditemukan dalam sampel. Terlebih, ia juga menyebut pasar hewan menghadirkan bahaya nyata berupa wabah di masa mendatang.
"Satu hal yang penting dari makalah ini adalah kami menemukan banyak virus lain di pasar ini, termasuk H9N2, yang merupakan virus lain yang siap untuk muncul pada manusia," katanya.
"Faktanya, kami menemukan banyak sekali virus lain secara umum dari hewan yang siap untuk muncul."
"Karena Anda terus memainkan permainan ini secara terus-menerus setiap hari di banyak bagian dunia, tetapi khususnya Asia Tenggara, tempat Anda menyalurkan hewan ternak ke pasar di pusat kota yang padat untuk dijual untuk dikonsumsi, maka, tentu saja, pandemi akan terjadi sebagai akibatnya."
(suc/kna)