Minimnya sosialisasi terkait BPA pada galon guna ulang, termasuk risikonya terhadap kesehatan, membuat banyak konsumen bingung dalam memilih galon yang aman. Terlebih, beberapa pihak bahkan ada yang berupaya melakukan pengaburan fakta bahaya BPA, baik itu melalui opini beberapa pakar. Salah satu pengaburan fakta yang beredar adalah leaching tak akan terjadi apabila galon yang digunakan tak terpapar suhu di atas lebih 60 derajat celcius, sehingga aman untuk dikonsumsi.
"Ada yang mengatakan, 'wes nggak bisa dengan demikian saja kemudian terjadi leaching tadi. Wah, rupanya apa ya penyebab lain? Penyebab lain rupanya dia harus suhunya di atas 60 derajat celcius, pernah dengar kan?" kata Pakar polimer Universitas Indonesia Prof Dr Mochamad Chalid, SSi, MScEng, dalam diskusi detikcom Leaders Forum di Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2025).
"Ibarat kalung ada mata rantai kalungnya. Nah itu bisa terputus dan putusannya itu yang disebut dengan bagian kecil tadi, itu disebut dengan leaching, yang disebut dengan BPA tadi," jelas Prof Chalid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktanya, lanjut Prof Chalid, beberapa riset yang sudah ada mengatakan tak perlu sampai 60 derajat celcius untuk terjadinya peluruhan BPA terhadap galon guna ulang. Suhu kamar dengan derajat 25 hingga 30 derajat celcius sudah bisa terjadi leaching BPA terhadap galon guna ulang.
"Teorinya, sekarang kita lihat besi dibandingkan dengan galon kerasa mana? Besi. Kebayangkan oleh kita berat tanpa mana? Besi, kenapa berat? Karena dia rapat dibandingkan dengan galon. Sekarang besi dalam suhu biasa seperti ini, bisa tahan lama gak? Kalau tanpa dicat, tidak, bisa karat. Apalagi (galon) yang ada trigger berupa air," imbuhnya lagi.
Senada, Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap upaya pengaburan fakta terkait bahaya BPA. Ketua KKI, David Tobing, menyoroti maraknya opini yang mengklaim BPA aman tanpa dasar riset ilmiah yang jelas, sehingga berpotensi membingungkan konsumen.
Padahal, David melanjutkan, pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mewajibkan peringatan label bahaya BPA pada galon guna ulang dari plastik jenis polikarbonat.
"Karena sudah diatur oleh BPOM ya makanya bahaya. Jangan lagi dibilang, 'Ah kalau kadarnya sekian gak bahaya', Wah itu malah, jangan menyesatkan. Nah, karena banyaknya silang pendapat ya, maka kami melakukan penelitian," ucapnya dalam acara yang sama.
Beberapa negara juga telah melarang dan membatasi penggunaan BPA pada produk tertentu. Sebut saja Kanada, Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan beberapa negara Asia seperti Malaysia, China, dan Jepang.
Menurut KKI, klaim yang menyatakan BPA aman sering kali tidak disertai bukti ilmiah yang kredibel. Padahal, berbagai riset menunjukkan potensi bahaya BPA, terutama terhadap kesehatan anak-anak dan keluarga yang mengonsumsi air minum dari galon berbahan polikarbonat dalam jangka panjang.
Sebagai informasi, pada April 2024, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) tela mengharuskan para industri air minum dalam kemasan (AMDK) untuk memasang label peringatan BPA pada semua galon polikarbonat selambat-lambatnya April 2028.
Aturan ini tertuang pada Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), hampir separuh atau 43,4 persen dari 495 responden tidak mengetahui adanya peraturan pelabelan peringatan BPA yang telah ditetapkan oleh BPOM.
Lebih lanjut sebanyak 96 persen responden mendesak pelabelan BPA harus segera diterapkan tanpa masa tenggang selama 4 tahun.
(suc/up)











































