Dokter Boleh Me-review dan Memublikasikan Hasil Uji Brand Skincare? Ini Aturannya

detikcom Leaders Forum

Dokter Boleh Me-review dan Memublikasikan Hasil Uji Brand Skincare? Ini Aturannya

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Kamis, 27 Feb 2025 05:30 WIB
Momen PERDOSKI membahas pentingnya memahami kandungan skincare sebelum membeli produk.
Ketua Umum PERDOSKI dr Hanny. (Foto: Grandyos Zafna/detikHealth)
Jakarta -

Kegaduhan tentang skincare yang dituding overclaim berawal dari salah satu influencer yang juga tenaga medis, saat merilis uji laboratorium sejumlah produk di media sosial. Ada beberapa brand yang kemudian mengaku tidak terima dengan hasil lab tersebut, dengan berbagai alasan, termasuk salah satunya dugaan pengujian tidak valid.

Terlebih, laboratorium tempat skincare maupun kosmetik yang diuji influencer, diketahui tidak terafiliasi dengan otoritas pengawasan, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI).

Secara regulasi, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) Pusat, Dr dr Hanny Nilasari, SpDVE melihat belum ada ketentuan hukum yang mengatur diperbolehkannya seorang tenaga medis atau perseorangan memberikan hasil review atau ulasan tertentu terkait sebuah brand atau merek.

Meski memiliki maksud yang baik, yakni memberikan rekomendasi produk berkualitas kepada masyarakat, pada akhirnya sikap ini rentan berkaitan erat dengan conflict of interest. Karenanya, lebih bijak untuk langsung melapor ke BPOM RI, alih-alih memberikan hasil ulasan sebagai konten di media sosial.

"Sebetulnya tidak ada dasar hukumnya tenaga medis me-review brand, tidak ada dasar hukum dia bisa me-review produk itu," terang dr Hanny pasca menghadiri detikcom Leaders Forum, Selasa (25/2/2025).

ADVERTISEMENT
Perdoski, BPOM RI, dan Industri Kosmetik membahas ketentuan kosmetik aman di tengah menjamurnya skincare abal-abal.Perdoski, BPOM RI, dan Industri Kosmetik membahas ketentuan kosmetik aman di tengah menjamurnya skincare abal-abal. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

"Dan kemudian laboratorium mana yang ada di belakangnya? Itu juga kita harus tahu, harus laboratorium yang terakreditasi dan juga lab-nya terkait dengan regulator. Kalau misalnya tidak terkait dengan regulator dia pasti dipertanyakan," tandasnya.

Terpisah, Deputi 2 Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI, apt Mohamad Kashuri, S.Si, M.Farm juga mengimbau bagi para konsumen yang ingin mencoba skincare atau beralih ke skincare baru, tidak langsung mencoba ke seluruh area wajah, melainkan dipakai di tubuh-tubuh yang tidak sensitif.

Hal ini demi menghindari adanya reaksi penolakan dari kulit terkait bahan-bahan yang baru dipakai. BPOM RI juga disebutnya terbuka dengan segala pelaporan kosmetik berbahaya maupun overclaim.

"Kalau ada keluhan bisa lapor ke BPOM, tentu kami akan evaluasi. Baik itu investigasi secara fisik ke penjualnya atau pengujian secara laboratorium," tambahnya.




(naf/up)