Mengapa Manusia Tak Bisa Mengingat Kehidupan saat Bayi?

Suci Risanti Rahmadania - detikHealth
Jumat, 28 Mar 2025 19:00 WIB
Ilustrasi (Foto: iStock)
Jakarta -

Pernahkah terpikir mengapa tidak ada ingatan dari masa bayi, bahkan momen penting seperti pertama kali belajar berjalan atau mengucapkan kata pertama? Meski otak sudah berkembang sejak lahir, memori dari tahun-tahun awal kehidupan seolah menghilang begitu saja. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Para peneliti telah lama percaya bahwa manusia tidak mengingat semua momen dan peristiwa saat masih bayi karena hipokampus atau bagian otak yang berfungsi untuk menyimpan ingatan masih berkembang hingga usia remaja. Proses perkembangan hipokampus inilah yang membuat manusia tidak dapat menyimpan ingatan saat tahun-tahun awal perkembangan.

Meski demikian, hasil penelitian terbaru dari Yale University, Amerika Serikat, yang dipublikasikan di jurnal Science, (20/3/2025), menemukan bukti bahwa hal tersebut tidak benar.

Dalam penelitian tersebut, para peneliti berhasil memperlihatkan gambar-gambar baru kepada bayi dan kemudian menguji apakah mereka mengingatnya. Hasilnya, peneliti menemukan bahwa hipokampus atau otak bayi cenderung lebih aktif saat melihat gambar pertama sehingga membantu mengenali gambar tersebut di kemudian hari.

Temuan para peneliti ini menunjukkan bahwa memori memang dapat dikodekan dalam otak pada tahun-tahun pertama kehidupan kita. Para peneliti kini tengah meneliti apa yang terjadi pada memori tersebut seiring berjalannya waktu dan pertumbuhan seseorang.

Ketidakmampuan dalam mengingat peristiwa-peristiwa tertentu saat masih bayi atau beberapa tahun pertama kehidupan disebut amnesia infantil. Akan tetapi, fenomena hilangnya ingatan tentang berbagai momen ataupun peristiwa saat kita masih bayi masih terus dipelajari dan menjadi tantangan tersendiri bagi semua peneliti.

"Ciri khas dari jenis memori ini, yang kami sebut memori episodik, adalah Anda dapat menggambarkannya kepada orang lain, tetapi hal itu tidak mungkin dilakukan ketika Anda berhadapan dengan bayi yang belum bisa berbicara," kata Profesor psikologi di Fakultas Seni dan Sains Yale University, yang juga penulis utama studi tersebut, Nick Turk-Browne.

Untuk penelitian ini, para peneliti ingin menemukan metode yang efektif untuk menguji ingatan episodik pada bayi. Tim yang dipimpin oleh Tristan Yates, yang saat itu masih mahasiswa pascasarjana dan kini menjadi peneliti pascadoktoral di Columbia University, menggunakan pendekatan dengan memperlihatkan gambar wajah, objek, atau pemandangan baru kepada bayi berusia empat bulan hingga dua tahun.

Setelah bayi melihat beberapa gambar lain, para peneliti kemudian memperlihatkan kembali gambar yang pernah mereka lihat sebelumnya, disandingkan dengan gambar baru.

"Ketika bayi baru saja melihat sesuatu sekali sebelumnya, kita berharap mereka akan lebih sering melihatnya lagi saat melihatnya lagi," kata Turk-Browne.
"Jadi dalam tugas ini, jika bayi lebih sering menatap gambar yang dilihat sebelumnya daripada gambar baru di sebelahnya, itu dapat diartikan sebagai bayi mengenalinya sebagai sesuatu yang familier."

Selain itu, peneliti juga mengukur aktivitas di hipokampus bayi saat mereka melihat gambar tersebut. Para peneliti menilai apakah aktivitas hipokampus berhubungan dengan kekuatan ingatan bayi. Mereka menemukan bahwa aktivitas di hipokampus semakin besar ketika bayi melihat gambar baru. Bayi juga cenderung lebih lama melihat gambar tersebut.

Kondisi ini ditemukan pada seluruh sampel yang terdiri atas 26 bayi. Akan tetapi, kondisi ini ditemukan paling kuat pada bayi yang berusia lebih dari 12 bulan atau setengah dari kelompok sampel. Faktor usia ini mengarah pada teori yang lebih lengkap tentang bagaimana hipokampus berkembang untuk mendukung pembelajaran dan ingatan.




(suc/suc)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork