Belum lama ini publik kembali digegerkan oleh laporan kekerasan yang terjadi di lingkup Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Kali ini menimpa salah satu dokter residen anestesi saat tengah melakukan pelayanan.
Kekerasan dilakukan oleh seorang konsulen atau pengajar inisial dokter YS. Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) Irfanuddin membenarkan kejadian tersebut. Bahkan yang bersangkutan diakui memiliki rekam jejak buruk selama mengajar.
Dokter YS disebut temperamental dan beberapa kali melakukan kekerasan, baik secara verbal maupun nonverbal, kepada peserta PPDS lain. Berangkat dari laporan tersebut dan beberapa kejadian sebelumnya, pihak kampus kemudian memutuskan menonaktifkan dokter YS sebagai konsulen sejak Selasa (22/4/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena Direktur (RSUP Mohammad Hoesin) sudah mengeluarkan nonaktif Selasa kemarin, kita juga sudah mengeluarkan instruksi sejak Senin, yang bersangkutan tidak diizinkan berinteraksi dengan siswa PPDS," ujar Irfanuddin saat konferensi pers di Palembang, Rabu (23/4).
"Satu hal yang bisa saya sampaikan, memang pelayanan ICU itu butuh kesiapan fisik luar biasa. Jadi kadang kala mungkin konsulen ini mengalami kelelahan fisik yang luar biasa. Di samping itu juga kelelahan mental. Kalau di ICU itu tidak boleh ada kesalahan sedikit pun. Harus sempurna," katanya.
Menurutnya, tekanan tinggi pada pelayanan ICU ikut menjadi faktor tindakan kekerasan yang dilakukan dokter YS. Adapun kondisi korban, yakni dokter S, disebut sudah membaik dan bisa kembali mengikuti PPDS di ICU RSUP Mohammad Hoesin, Palembang.
"Sudah ada laporan Kaprodi bahwa siswa S sudah melaksanakan kerja seperti biasa. Secara visum ada benturan lebam, namun sekarang sudah pulih," jelasnya.
(naf/suc)











































