Mutiara S.Psi, MPsi, Psikolog Klinis yang juga Lead Psikolog untuk terapis di Klinik Rumah Tumbuh Kembang Anak MS School & Wellbeing Center, mengungkapkan penyakit autis pada anak sama sekali tidak ada kaitannya dengan paparan BPA. Dalam diagnosanya, menurut dia, penyebab terjadinya autis pada anak lebih karena adanya gangguan pada perkembangan sarafnya.
"Autis itu kan sebenarnya gangguan perkembangan saraf. Kalau di dalam diagnosanya merupakan gangguan neurodevelopmental. Jadi, gangguan pertumbuhan itu letaknya di saraf atau neuro. Jadi, tidak ada hubungannya sama sekali dengan BPA," ucapnya dalam keterangan tertulis, Jumat (23/5/2025).
Autisme pada anak disebabkan oleh ibu yang mengalami anemia pada awal kehamilan. Ibu yang mengalami anemia meningkatkan risiko gangguan spektrum autisme serta gangguan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian menyebutkan bahwa suplementasi zat besi dapat memperpanjang usia kehamilan dan menurunkan risiko lahir dengan berat badan rendah. Anak yang lahir dengan berat badan rendah dan prematur juga dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya autisme. Risiko terjadinya gangguan neurodevelopmental ini meningkat pada ibu dengan anemia, yaitu pada ASD, ADHD, dan ID.
Hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal ilmiah JAMA Psychiatry yang diterbitkan American Medical Association pada 2019 menyebutkan risiko terjadinya autis bahkan akan semakin besar jika anemia terjadi di trimester pertama.
Kebutuhan zat besi diketahui meningkat pada masa kehamilan untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan janin. Penelitian menyebutkan bahwa defisiensi besi (DB) dan anemia defisiensi besi (ADB) pada masa kehamilan dapat mempengaruhi pertumbuhan neurologis anak, salah satunya spektrum autisme.
Penelitian dilakukan terhadap 532.232 subjek usia 6-29 tahun dari 299.768 ibu yang memiliki catatan medis lengkap selama masa kehamilan. Diagnosis anemia sebelum masa hamil diikutsertakan dalam penelitian karena dianggap mengindikasikan defisiensi zat besi pada awal masa kehamilan.
Hasil penelitian menunjukkan 31.018 (5,8%) ibu subjek penelitian terdiagnosis anemia selama hamil. Dari ibu yang anemia, sebanyak 5% terdiagnosis pada usia kehamilan kurang dari 30 minggu dan 90,9% terdiagnosis pada usia kehamilan lebih dari 30 minggu.
Diagnosis anemia ditemukan lebih banyak pada wanita overweight, obesitas, usia ketika hamil di atas 40 tahun, riwayat kelainan psikiatri, wanita primipara, wanita dengan jarak antar kehamilan di atas 5 tahun, dan wanita yang dirawat di rumah sakit akibat infeksi selama hamil.
Anak yang lahir dari ibu terdiagnosis anemia sebelum usia kehamilan 30 minggu memiliki kecenderungan lahir prematur atau lahir kecil menurut usia kehamilan. Sementara itu, anak yang lahir dari ibu terdiagnosis anemia setelah usia kehamilan 30 minggu memiliki kecenderungan lahir postmatur atau besar menurut usia kehamilan.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa anemia yang terdiagnosis sebelum usia kehamilan 30 minggu meningkatkan risiko terjadinya ASD, ADHD, dan ID. Oleh karena itu, penelitian ini menganjurkan dan menekankan skrining status besi dan pemenuhan kebutuhan zat besi pada wanita usia reproduksi.
Dokter spesialis anak yang juga Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr.dr. Rini Sekartini, Sp.A (K) juga membantah autisme disebabkan BPA.
"Hingga saat ini belum ada bukti bahwa BPA itu bisa menyebabkan penyakit autis pada anak," tandasnya.
(prf/ega)











































