Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi penyumbang beban biaya tertinggi BPJS Kesehatan. Jantung menempati posisi teratas dengan total 70 persen dari seluruh pembiayaan. Hal ini dilatarbelakangi dengan riwayat diabetes, hipertensi, dan obesitas tak terkontrol. Menurut Indonesian Gastronomy Community (IGC), perlu ada pendekatan gastronomi berbasis pangan lokal dan pola makan sadar atau yang kini lebih dikenal dengan 'mindful eating' sebagai solusi jangka panjang relevan dengan konteks budaya Indonesia.
Sekretaris Umum IGC Ray Wagiu Basrowi menegaskan gastronomi bukan sekadar rasa dan tradisi, tetapi juga menyentuh aspek gizi, lingkungan, juga perilaku makan. Misalnya, konsep from farm to table, yang tidak hanya krusial karena menyangkut ketahanan pangan, tetapi juga berkaitan dengan isu perubahan iklim dan pola penyakit.
"Proses dari ladang ke meja makan itu melibatkan banyak emisi, bahan bakar, dan potensi pemborosan. Semakin panjang rantai pasok, semakin besar pula jejak karbonnya. Ini yang menjelaskan mengapa pola makan yang berbasis nabati (plant-based) bisa menekan kasus PTM," jelasnya saat ditemui pada peringatan Hari Gastronomi Berkelanjutan, Rabu (18/6/2025).
Plant-Based Diet Turunkan Risiko PTM
Berbagai studi kesehatan masyarakat menunjukkan pola makan tinggi protein hewani berkorelasi dengan peningkatan kasus penyakit tidak menular. Menurut IGC, bukan hanya jenis makanannya yang bermasalah, tetapi juga pola konsumsi berlebihan tanpa diimbangi aktivitas fisik memadai.
"Ketika pilar protein hewani dikurangi dan diganti dengan plant-based, asupan serat meningkat. Serat ini mampu mengikat lemak jahat sebelum masuk ke metabolisme hati, dan dikeluarkan lewat feses. Ini terbukti menurunkan risiko kardiovaskular, diabetes, hingga hipertensi," paparnya.
Studi epidemiologi yang dilakukan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk yang terbaru di Universitas Gadjah Mada (UGM), menunjukkan pendekatan gastronomi lokal dengan sumber karbohidrat selain nasi, yang kaya serat berkontribusi pada penurunan risiko penyakit kronis.
IGC juga menekankan pentingnya konsep isi piringku yang mengedepankan variasi warna dan jenis makanan. Minimal tiga warna cerah dalam sekali makan tidak hanya meningkatkan nilai gizi, tetapi juga mendorong anak dan dewasa untuk lebih menikmati makanan sehat.
"Makanan sebaiknya tidak hanya bergizi, tapi juga menarik secara visual. Di budaya lokal banyak sumber karbohidrat non-nasi yang kaya serat. Gastronomi bisa menghidupkan kembali variasi ini dengan pendekatan menyenangkan," tambahnya.
NEXT: Mindful Eating: Makan Bukan Sekadar Kenyang
(naf/kna)