Ada banyak prosedur yang dilakukan oleh dokter untuk memecahkan batu ginjal. Mulai dari yang melibatkan gelombang kejut, menggunakan selang tipis bernama uteroskop, sayatan kecil di punggung, hingga operasi bedah terbuka.
Namun, kini penanganan batu ginjal di Indonesia sudah semakin maju. Para dokter mulai menggunakan metode minimal invasif atau tindakan yang seminimal mungkin melukai tubuh. Termasuk dengan bantuan robot (robotic surgery).
Sebagai informasi, pemilihan metode pengobatan biasanya disesuaikan dengan ukuran batu, letaknya di ginjal, serta kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada beberapa pilihan terapi yang bisa digunakan, di antaranya:
- ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Prosedur non-bedah menggunakan gelombang kejut dari luar tubuh untuk memecah batu.
- RIRS (Retrograde Intrarenal Surgery)
Prosedur menggunakan selang kecil (endoskop) yang dimasukkan lewat saluran kemih hingga ke ginjal untuk memecah dan mengeluarkan batu.
- PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy)
Prosedur bedah dengan membuat sayatan kecil di kulit dan memasukkan alat langsung ke ginjal untuk mengangkat batu.
Robotik Sebagai Terobosan Baru
Spesialis urologi dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr dr Widi Atmoko, SpU(K), FECSM, FACS mengatakan saat ini operasi penghancuran batu ginjal tak lagi meninggalkan luka luar. Salah satu prosedur modern yang sangat minim luka, salah satunya adalah RIRS.
Dengan bantuan robot, menurut dr Widi, tindakan akan menjadi lebih presisi dengan stabilitas yang juga lebih tinggi. Selain itu, paparan radiasi jauh lebih rendah bagi dokter karena mereka mengoperasikan robot dari konsol yang terlindung.
"Robot ini membantu kami dalam tindakan Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS). Jadi dia memecahkan batu di dalam ginjal, menggunakan alat fleksibel dan kamera yang ada di scope-nya. Alat ini bisa masuk (lewat saluran kencing) dan ujungnya bisa gerak-gerak untuk menembak batu dengan laser," kata dr Widi kepada detikcom, Rabu (25/6/2025).
"Kita bisa melihat semua ruangan di dalam ginjal dan mencari batunya. Tanpa alat ini (robotik RIRS), beberapa kasus kalau batunya besar, bisa membuat dokternya capek, karena (operasi) bisa sejam atau dua jam gitu kan," sambungnya.
Keuntungan Operasi Robotik
Menurut dr Widi, pengoperasian robotik RIRS juga tergolong mudah, karena operator atau dokter menjalankannya seperti layaknya game konsol.
"Dokter bedahnya tidak harus memegang alat fleksibel secara langsung. Jadi kami berdiri di sebelahnya dan mengoperasikan lebih mudah. Kalau operasinya lama ini membuat dokternya nggak kecapekan," katanya.
"Untuk pasien-pasiennya juga risiko seperti komplikasi, bleeding (perdarahan) juga kurang," lanjutnya.
Tantangan Operasi Robotik
Tantangan utama tentunya biaya investasi awal yang tinggi. Peralatan yang baru dan canggih tentunya memakan banyak biaya pengembangan, sehingga peralatan ini berbiaya tinggi.
"Investasi ya, barang ini lumayan mahal. Baik dari rumah sakit dan pemerintah untuk beli alat ini. Kedua ya pelatihan (bagi dokter)," tutupnya.
Di Indonesia sendiri, operasi batu ginjal dengan bantuan robotik RIRS baru pertama kali dilakukan di RSCM oleh tiga dokter urologi, di antaranya Prof dr Ponco Birowo, SpU(K), PhD, Dr dr Widi Atmoko, SpU(K), FECSM, FACS, dan dr Dyandra Parikesit, BMedSc, SpU, FICS.
"Keberhasilan ini menunjukkan bahwa dokter Indonesia mampu menguasai teknologi tinggi secara mandiri, dan memperkuat posisi RSCM sebagai pelopor layanan urologi modern," tutupnya.











































