Informasi aksi demonstrasi, penjarahan, hingga segala bentuk kekerasan sepekan terakhir memicu banyak orang mengalami 'lelah mental' atau anxiety. Bahkan, ada yang sampai tak berani melihat media sosial, karena takut rasa cemas itu kembali muncul.
Seperti yang dirasakan oleh Risa (25) karyawan swasta di Jakarta Selatan, dirinya mengaku belakangan merasa cemas dan kepikiran setelah banyaknya informasi terkait demonstrasi di media sosial.
"Jadi jarang buka sosmed. Kalau misalnya buka, sosmed terkait demo selalu di-skip, jadi lihat (postingan) makanan aja," kata Risa saat dihubungi detikcom, Rabu (3/9/2025).
"Bahkan (Instagram) story orang terkait demo juga aku skip-skip karena buat nenangin diri," sambungnya.
Senada, Dwi (29) karyawan swasta di Jakarta Timur juga merasakan hal yang serupa. Aksi unjuk rasa, kekerasan, hingga berita kematian membuat dirinya kini lelah secara mental.
"Khawatir dan ngeri atas kekerasan yang dilakukan, meski terbiasa melihat kekerasan di film, namun apabila terjadi di dunia nyata, lebih menimbulkan perasaan tidak enak dan marah," katanya.
Meskipun begitu, Dwi tidak memilih untuk menjadi apatis. Dia tetap bermain sosial media untuk mencari tahu informasi lanjutan dari gelombang demonstrasi sepekan ke belakang.
"Namun masih dalam batasan yang wajar. Sekiranya sudah terlalu fatal, langsung menutup sosmed," katanya.
Kapan Butuh Bantuan Profesional?
Spesialis kedokteran jiwa dr Lahargo Kembaren, SpKJ mengatakan kecemasan akibat kondisi negara bermasalah belakangan merupakan hal yang lumrah. Namun, bukan berarti ini bisa direspons secara berlebihan.
"Reaksi emosi cemas ini positif dan baik apabila dirasakan dan direspons sewajarnya. Tetapi apabila direspons secara berlebihan atau reaktif akan menyebabkan suatu gangguan cemas (ansietas)," kata dr Lahargo kepada detikcom, Rabu (3/9/2025).
Simak Video "Video Lingkungan Sekitar Pengaruhi Isi Pikiran Pengidap Skizofrenia "
(dpy/up)