Fenomena 'brain rot' atau kerusakan otak akibat konsumsi video pendek berlebihan kini bukan sekedar candaan di media sosial. Data terbaru menunjukkan penggunaan intens aplikasi media sosial, seperti TikTok, dapat mempengaruhi otak pengguna hingga ke tingkat struktural dan fungsional.
Ketika sempat dibatasi secara federal di Amerika Serikat pada Januari 2025, banyak pengguna mengeluh kebingungan karena merasa kehilangan rutinitas menonton video singkat. Meski kecanduan media sosial sudah lama disorot sejak era Facebook, sejumlah pakar menilai platform video pendek membawa ketergantungan digital ke level baru.
Peneliti dari Tianjin Normal University, yang dipimpin Qiang Wang, mendeskripsikan 'short video addiction' atau SVA sebagai penggunaan platform video pendek secara kompulsif dan tidak terkendali. Bahkan, sampai mengganggu aktivitas sehari-hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini dikaitkan dengan gangguan tidur, kelelahan mata, nyeri leher, penurunan fungsi kognitif (perhatian, memori, pembelajaran). Selain itu, temuan yang dipublikasikan dalam jurnal NeuroImage, kondisi ini juga mempengaruhi masalah emosional, seperti depresi, kecemasan, dan stres.
Ini Perubahan yang Nyata pada Otak
Untuk memahami apa yang terjadi di otak, tim peneliti merekrut lebih dari 100 peserta dan melakukan pemindaian MRI saat istirahat. Peserta juga mengisi survei seputar kebiasaan menonton video pendek dan kondisi kesehatan mental.
Tidak satu pun memiliki riwayat gangguan saraf atau kejiwaan.
Hasilnya, mereka yang menunjukkan tanda SVA bermasalah, terlihat peningkatan volume materi abu-abu (GMV) di korteks orbitofrontal (OFC) dan serebelum. Peningkatan ini dikaitkan dengan sensitivitas yang lebih tinggi terhadap rasa 'hadiah' atau kepuasan instan dari konten yang dipersonalisasi.
Para peneliti menjelaskan konten audio visual multi kanal yang sangat personal membuat otak semakin mencari kepuasan cepat. Dalam jangka panjang, hal ini diduga meningkatkan kerentanan terhadap perilaku adiktif.
Aktivitas otak spontan juga meningkat di korteks prefrontal dorsolateral, korteks cingulate posterior, serebrum, dan kutub temporal atau area yang berperan dalam pemrosesan imbalan. Efeknya, kontrol diri bisa melemah seiring waktu.
Faktor Kepribadian Ikut Berperan
Penelitian ini juga menemukan keterkaitan kuat antara sifat iri hari (envy) dan kecanduan video pendek. Dikutip dari radiology business, individu dengan kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain diduga lebih rentan jatuh ke pola konsumsi layar kompulsif.
Terkait kelompok yang paling rentan, adalah remaja. Kelompok remaja yang otaknya masih berkembang dinilai paling rentan terhadap dampak buruk SVA.
Pembentukan kebiasaan layar yang sehat sejak dini dinilai bisa menurunkan risiko perilaku adiktif lain di masa depan. Meski begitu, para peneliti menekankan perlunya riset lanjutan.
Studi ini bersifat potret sesaat (cross-sectional), sehingga belum bisa memastikan sebab-akibat. MRI tidak dilakukan sebelum atau sesudah peserta menonton video pendek.
Penelitian jangka panjang masih dibutuhkan untuk memastikan apakah kecanduan memicu perubahan otak, atau sebaliknya. Meski demikian, temuan ini memperkuat peringatan bahwa konsumsi video pendek yang berlebihan bukan sekadar masalah kebiasaan, tetapi bisa berdampak langsung pada kesehatan otak.











































