Ditemui detikHealth di kantornya yang berada di kawasan Kebayoran Baru, Rita Ramayulis, DCN, MKes menyebutkan bahwa saat ini banyak orang ingin menurunkan berat badan tapi kemudian terjebak oleh nafsu makan yang tak terkontrol.
"Jadi dia sebenarnya sudah tahu cara membatasi makan, tapi dia selalu tidak berhasil dan selalu terjebak," ungkap dosen jurusan Gizi di Politeknik Kesehatan Jakarta II tersebut, seperti ditulis Jumat (30/5/2014).
Salah satu emotional eating yang dimaksud Rita adalah di mana seseorang sulit menahan diri jika melihat makan terhidang. Nah, untuk mencegah orang-orang yang seperti itu harus dipastikan dulu apakah selama ini dia makan karena lapar atau emosi semata.
"Kalau dua jam sebelumnya dia sudah makan, baru jarak sejam ada makan besar dia ikut makan berarti bukan karena lapar tapi karena emotional eating," ungkap Rita.
Dalam diet REST, seseorang harus mampu mengelola emotional eating-nya. Cara mengelolanya adalah dengan mencari penyebab kapan ia emosi untuk makan. Misalnya kalau makanan dihidangkan ia emosi (untuk makan -red-), maka segera setelah makanan habis ia harus meninggalkan tempat tersebut.
"Tidak cuma melampiaskan pada makanan saat sedang emosi seperti marah atau sedih, emotional eating itu adalah keinginan makan besar dan tidak terkontrol. Stres bisa jadi salah satu faktor penyebab. Selain itu bisa juga karena punya pemikiran kalau lihat makanan yang dihidangkan di meja itu harus dihabiskan," tutur Rita.
Pesan Rita, jika seseorang secara pribadi tidak mampu mengatasi emotional eating, maka sebaiknya ia minta bantuan pada psikolog. "Karena itu berarti ada gangguan psikis," tutup Rita.
(ajg/up)











































