Seperti dikatakan oleh peneliti dari Monash University, Laurence Macia, bahwa alergi makanan memiliki kaitan dengan makanan yang ada di usus bakteri. Demikian dipublikasikan dalam Cell Reports.
Dalam studinya yang melibatkan tikus, ditemukan bahwa tikus yang diberikan diet standar terbukti memiliki respons alergi kacang lebih parah dibandingkan tikus yang diberikan diet tinggi serat. Macia mengatakan, bakteri usus melepaskan asam lemak tertentu dalam mencerna asupan serat, yang kemudian berdampak pada sistem kekebalan tubuh, termasuk terhadap alergi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk penelitian ini, tikus dengan alergi kacang diberi diet tinggi serat untuk menghasilkan populasi bakteri usus sehat. Kelompok ini menunjukkan respons yang lebih ringan bila terpapar kacang," tutur salah satu peneliti yang juga terlibat, Charles Mackay, seperti dikutip dari Newsmax Health, Senin (27/6/2016).
Macia menuturkan, bahwa bakteri baik yang muncul dari konsumsi serat turut meningkatkan perkembangaan sel-sel T regulator, yang menjamin bakteri memiliki sistem anti-inflamasi sehat.
Meskipun dilakukan dengan menggunakan responden tikus, para peneliti optimistis bahwa penelitian ini juga berlaku untuk manusia. "Temuan ini menunjukkan bahwa kita membutuhkan asupan serat tinggi, tidak hanya untuk mencegah alergi makanan, tetapi juga mencegah inflamasi," papar Mackay.
Baca juga: Sembelit Bisa Terjadi Saat Puasa, Begini Strategi Mengatasinya
(ajg/vit)











































