Ingin Cuci dan Detoks Usus? Ini 5 Hal yang Perlu Kamu Tahu

Ingin Cuci dan Detoks Usus? Ini 5 Hal yang Perlu Kamu Tahu

Frieda Isyana Putri - detikHealth
Rabu, 01 Agu 2018 15:30 WIB
Ingin Cuci dan Detoks Usus? Ini 5 Hal yang Perlu Kamu Tahu
Foto: Thinkstock
Jakarta - Banyak orang percaya dengan melakukan cuci dan detoks usus dapat menyehatkan serta membantu menurunkan bobot. Karena dengan proses tersebut membantu menyingkirkan racun yang menumpuk di usus dari makanan, minuman, udara yang masuk ke tubuh kita serta dari gaya hidup kita.

Racun-racun tubuh diproduksi dari sisa-sisa makanan yang tertempel di dinding usus dan masuk ke dalam aliran darah. Dikhawatirkan dapat mengakibatkan beberapa masalah kesehatan seperti kelelahan, kembung, kulit gatal dan kegemukan, bahkan hingga depresi, alergi, atau kanker.

Ada dua metode yang bisa dilakukan untuk mendetoks usus. Metode yang pertama menggunakan obat-obatan seperti laxative, enema (dengan memasukkan cairan ke dalam usus) atau menggunakan produk-produk herbal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Yang kedua dengan mencuci usus atau hidroterapi usus, di mana seorang praktisi akan 'mengirigasi' usus dengan bergalon-galon air ke dalam tubuh lewat selang yang dimasukkan lewat anus. Biasanya proses ini dilakukan sebelum prosedur medis seperti kolonoskopi.

Banyak pakar kesehatan yang menyebutkan bahwa tubuh sudah memiliki mekanisme alaminya untuk menyingkirkan substansi-subtansi berbahaya, seperti organ hati dan ginjal. Malahan, menurut mereka dengan mencuci usus seperti ini tidak penting dan praktek yang berbahaya.

Kemungkinan besar orang-orang tertarik untuk mencuci usus karena adanya paham bahwa usus merupakan tempat yang kotor. Akan tetapi pada umumnya, mencuci usus hanya direkomendasikan pada orang-orang yang hendak melakukan kolonoskopi saja.

Jika kamu terpikir untuk melakukan cuci dan detoks usus dengan metode apapun, perhatikan 5 hal berikut ini ya:

Ada efek sampingnya

Foto: ilustrasi/thinkstock
Dr Jacqueline Wolf, ahli pencernaan dari Beth Israel Deaconess Medical Center Boston menyebutkan belum ada data real mengenai apakah cuci usus dapat bermanfaat atau membahayakan. Namun yang jelas, ada efek samping yang bisa timbul.

Mencuci usus dengan laxative, formula herbal atau enama dapat meningkatkan kemungkinan seseorang jadi dehidrasi apabila tidak minum yang cukup, atau keram perut, nyeri perut, diare, mual dan muntah. Komplikasi yang lebih parah bisa merobek usus, infeksi seriuis, ketidakseimbangan elektrolit, masalah ginjal serta gagal jantung.

"Kadar potasium yang rendah juga dapat menyebabkan keram kaki atau denyut jantung tak beraturan. Beberapa detoks herbal juga telah dikaitkan dengan keracunan hati dan anemia aplastik, gangguan darah langka," kata Dr Wolf, dikutip dari Live Science.

Belum ada bukti ilmiahnya

Foto: Istimewa

Studi kajian tahun 2001 yang dipulikasikan di American Journal of Gastroenterology menyimpulkan tidak adanya kajian yang lebih teliti untuk mendukung praktek pencucian dan detoks usus sebagai cara meningkatkan atau mempromosikan kesehatan.

Disebabkan produk dan metodenya jarang menyebut jenis racun tertentu yang harus disingkirkan dari tubuh, belum ada riset yang mengukur seberapa efektifnya. Baik untuk menghilangkan substansi tersebut atau mendemonstrasikan manfaat kesehatan, kata Dr Wolf.

Bukan strategi untuk turunkan bobot

Foto: Thinkstock
Dengan banyaknya iklan-iklan pelangsing menggunakan bahan herbal yang mengklaim dapat mendetoks usus, perlu diketahui bahwa tindakan cuci usus memang bisa menurunkan sedikit bobot.

Namun hanya sementara, yang diakibatkan tersingkirnya bobot air dan feses bukan dari hilangnya lemak. Begitu pula dengan jus detoks, namun Dr Wolf menyebut bukanlah solusi jangka panjang untuk masalah berat badan.

Tak bisa sembarangan dilakukan

Foto: thinkstock
Kembali lagi bahwa praktek cuci usus atau hidroterapi hanya disarankan oleh para ahli kesehatan untuk orang-orang yang akan melakukan prosedur medis seperti kolonoskopi. Ada juga kondisi tertentu di mana seseorang tak boleh melakukannya.

Yakni para pengidap masalah ginjal dan jantung yang sudah kesulitan menyeimbangkan cairan dalam tubuh, dan perubahan elektrolit bisa menjadi masalah. Kemudian pengidap masalah pencernaan kronis, seperti penyakit Crohn's (peradangan usus) dan ulcerative colitis (peradangan di usus besar).

Selain itu, praktek hidroterapi juga berisiko bagi orang yang mengalami gangguan jaringan ikat (misalnya sindrom Marfan atau sindrom Danlos) karena kemungkinan risiko terbentuknya lubang di usus. Dr Wolf menambahkan wanita hamil dan menyusui juga sebaiknya tidak melakukannya.

Belum diketahui efeknya

Foto: Thinkstock
Berjuta-juta bakteri hidup di usus, menyingkirkannya atau mengubah populasinya dapat menimbulkan masalah. Para pakar belum mengetahui dan mengkaji apakah mencuci dan mendetoks usus mengganggu bakteri dalam usus atau mengakibatkan ketidakseimbangan mikrobioma.

"Pencucian usus tak akan pernah menghilangkan semua bakteri, tapi makin banyak riset yang menemukan bahwa kebanyakan bakteri dalam usus sangat sehat. Karena beberapa bakteri baik berperan dalam menahan bakteri buruk," pungkas Dr Wolf.

Halaman 2 dari 6
Dr Jacqueline Wolf, ahli pencernaan dari Beth Israel Deaconess Medical Center Boston menyebutkan belum ada data real mengenai apakah cuci usus dapat bermanfaat atau membahayakan. Namun yang jelas, ada efek samping yang bisa timbul.

Mencuci usus dengan laxative, formula herbal atau enama dapat meningkatkan kemungkinan seseorang jadi dehidrasi apabila tidak minum yang cukup, atau keram perut, nyeri perut, diare, mual dan muntah. Komplikasi yang lebih parah bisa merobek usus, infeksi seriuis, ketidakseimbangan elektrolit, masalah ginjal serta gagal jantung.

"Kadar potasium yang rendah juga dapat menyebabkan keram kaki atau denyut jantung tak beraturan. Beberapa detoks herbal juga telah dikaitkan dengan keracunan hati dan anemia aplastik, gangguan darah langka," kata Dr Wolf, dikutip dari Live Science.

Studi kajian tahun 2001 yang dipulikasikan di American Journal of Gastroenterology menyimpulkan tidak adanya kajian yang lebih teliti untuk mendukung praktek pencucian dan detoks usus sebagai cara meningkatkan atau mempromosikan kesehatan.

Disebabkan produk dan metodenya jarang menyebut jenis racun tertentu yang harus disingkirkan dari tubuh, belum ada riset yang mengukur seberapa efektifnya. Baik untuk menghilangkan substansi tersebut atau mendemonstrasikan manfaat kesehatan, kata Dr Wolf.

Dengan banyaknya iklan-iklan pelangsing menggunakan bahan herbal yang mengklaim dapat mendetoks usus, perlu diketahui bahwa tindakan cuci usus memang bisa menurunkan sedikit bobot.

Namun hanya sementara, yang diakibatkan tersingkirnya bobot air dan feses bukan dari hilangnya lemak. Begitu pula dengan jus detoks, namun Dr Wolf menyebut bukanlah solusi jangka panjang untuk masalah berat badan.

Kembali lagi bahwa praktek cuci usus atau hidroterapi hanya disarankan oleh para ahli kesehatan untuk orang-orang yang akan melakukan prosedur medis seperti kolonoskopi. Ada juga kondisi tertentu di mana seseorang tak boleh melakukannya.

Yakni para pengidap masalah ginjal dan jantung yang sudah kesulitan menyeimbangkan cairan dalam tubuh, dan perubahan elektrolit bisa menjadi masalah. Kemudian pengidap masalah pencernaan kronis, seperti penyakit Crohn's (peradangan usus) dan ulcerative colitis (peradangan di usus besar).

Selain itu, praktek hidroterapi juga berisiko bagi orang yang mengalami gangguan jaringan ikat (misalnya sindrom Marfan atau sindrom Danlos) karena kemungkinan risiko terbentuknya lubang di usus. Dr Wolf menambahkan wanita hamil dan menyusui juga sebaiknya tidak melakukannya.

Berjuta-juta bakteri hidup di usus, menyingkirkannya atau mengubah populasinya dapat menimbulkan masalah. Para pakar belum mengetahui dan mengkaji apakah mencuci dan mendetoks usus mengganggu bakteri dalam usus atau mengakibatkan ketidakseimbangan mikrobioma.

"Pencucian usus tak akan pernah menghilangkan semua bakteri, tapi makin banyak riset yang menemukan bahwa kebanyakan bakteri dalam usus sangat sehat. Karena beberapa bakteri baik berperan dalam menahan bakteri buruk," pungkas Dr Wolf.

(frp/fds)

Berita Terkait