Racun-racun tubuh diproduksi dari sisa-sisa makanan yang tertempel di dinding usus dan masuk ke dalam aliran darah. Dikhawatirkan dapat mengakibatkan beberapa masalah kesehatan seperti kelelahan, kembung, kulit gatal dan kegemukan, bahkan hingga depresi, alergi, atau kanker.
Ada dua metode yang bisa dilakukan untuk mendetoks usus. Metode yang pertama menggunakan obat-obatan seperti laxative, enema (dengan memasukkan cairan ke dalam usus) atau menggunakan produk-produk herbal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang kedua dengan mencuci usus atau hidroterapi usus, di mana seorang praktisi akan 'mengirigasi' usus dengan bergalon-galon air ke dalam tubuh lewat selang yang dimasukkan lewat anus. Biasanya proses ini dilakukan sebelum prosedur medis seperti kolonoskopi.
Banyak pakar kesehatan yang menyebutkan bahwa tubuh sudah memiliki mekanisme alaminya untuk menyingkirkan substansi-subtansi berbahaya, seperti organ hati dan ginjal. Malahan, menurut mereka dengan mencuci usus seperti ini tidak penting dan praktek yang berbahaya.
Kemungkinan besar orang-orang tertarik untuk mencuci usus karena adanya paham bahwa usus merupakan tempat yang kotor. Akan tetapi pada umumnya, mencuci usus hanya direkomendasikan pada orang-orang yang hendak melakukan kolonoskopi saja.
Jika kamu terpikir untuk melakukan cuci dan detoks usus dengan metode apapun, perhatikan 5 hal berikut ini ya:
Ada efek sampingnya
|
Foto: ilustrasi/thinkstock
|
Mencuci usus dengan laxative, formula herbal atau enama dapat meningkatkan kemungkinan seseorang jadi dehidrasi apabila tidak minum yang cukup, atau keram perut, nyeri perut, diare, mual dan muntah. Komplikasi yang lebih parah bisa merobek usus, infeksi seriuis, ketidakseimbangan elektrolit, masalah ginjal serta gagal jantung.
"Kadar potasium yang rendah juga dapat menyebabkan keram kaki atau denyut jantung tak beraturan. Beberapa detoks herbal juga telah dikaitkan dengan keracunan hati dan anemia aplastik, gangguan darah langka," kata Dr Wolf, dikutip dari Live Science.
Belum ada bukti ilmiahnya
|
Foto: Istimewa
|
Studi kajian tahun 2001 yang dipulikasikan di American Journal of Gastroenterology menyimpulkan tidak adanya kajian yang lebih teliti untuk mendukung praktek pencucian dan detoks usus sebagai cara meningkatkan atau mempromosikan kesehatan.
Disebabkan produk dan metodenya jarang menyebut jenis racun tertentu yang harus disingkirkan dari tubuh, belum ada riset yang mengukur seberapa efektifnya. Baik untuk menghilangkan substansi tersebut atau mendemonstrasikan manfaat kesehatan, kata Dr Wolf.
Bukan strategi untuk turunkan bobot
|
Foto: Thinkstock
|
Namun hanya sementara, yang diakibatkan tersingkirnya bobot air dan feses bukan dari hilangnya lemak. Begitu pula dengan jus detoks, namun Dr Wolf menyebut bukanlah solusi jangka panjang untuk masalah berat badan.
Tak bisa sembarangan dilakukan
|
Foto: thinkstock
|
Yakni para pengidap masalah ginjal dan jantung yang sudah kesulitan menyeimbangkan cairan dalam tubuh, dan perubahan elektrolit bisa menjadi masalah. Kemudian pengidap masalah pencernaan kronis, seperti penyakit Crohn's (peradangan usus) dan ulcerative colitis (peradangan di usus besar).
Selain itu, praktek hidroterapi juga berisiko bagi orang yang mengalami gangguan jaringan ikat (misalnya sindrom Marfan atau sindrom Danlos) karena kemungkinan risiko terbentuknya lubang di usus. Dr Wolf menambahkan wanita hamil dan menyusui juga sebaiknya tidak melakukannya.
Belum diketahui efeknya
|
Foto: Thinkstock
|
"Pencucian usus tak akan pernah menghilangkan semua bakteri, tapi makin banyak riset yang menemukan bahwa kebanyakan bakteri dalam usus sangat sehat. Karena beberapa bakteri baik berperan dalam menahan bakteri buruk," pungkas Dr Wolf.
Baca juga: Mengenal Bakteri Baik di Dalam Tubuh Kita |
Halaman 2 dari 6











































