Jakarta - Heboh warganet 'baper' melihat pelukan Sambo-Putri. Hal ini menuai kritik masyarakat yang menilai, tak seharusnya tersangka pelaku pembunuhan diromantisisasi.
Momen Sambo-Putri Rekonstruksi Pembunuhan Brigadir J, Heboh Netizen Malah Baper
Media sosial dihebohkan warganet yang malah terenyuh melihat pelukan Sambo dan Putri Candrawathi di lokasi rekonstruksi pembunuhan Brigadir J. Hal ini menuai kritik keras pengguna medsos lain yang menilai, tak seharusnya tersangka pelaku pembunuhan diromantisisasi. (Foto: Rifkianto Nugroho)
Menurut psikolog klinis dan founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, sikap romantisisasi tersebut tak terlepas dari budaya ketimuran yang masih tak terbiasa melihat adegan romantis di ruang publik. Apalagi, kasus tersebut menyeret nama-nama pejabat. (Foto: Rifkianto Nugroho)
"Kalau di luar negeri mungkin terbiasa melihat di jalan raya orang pelukan, gandengan, rangkulan, ciuman, itu biasa. Tapi di sini itu sesuatu yang langka, jarang, dan akan menarik perhatian. Sesuatu yang langka atau jarang itu akan menarik perhatian," ujar Sari pada detikcom, Kamis (1/9/2022). (Foto: Rifkianto Nugroho)
Meski pemantauan terhadap perkembangan kasus dilakukan, Sari menegaskan, penting untuk pengguna media sosial tidak melontarkan hinaan. Sebab ia khawatir, komentar tersebut akan memicu penggiringan opini dan simpang siur informasi. (Foto: Rifkianto Nugroho)
Sari menyinggung potensi 'Stockholm Syndrome' di balik marak romantisisasi pelukan Sambo-Putri. Artinya, pihak korban atau masyarakat malah iba kepada pelaku kejahatan. Sindrom ini adalah bentuk mekanisme pertahanan diri manusia secara psikologi karena lelah melawan. (Foto: Rifkianto Nugroho)
"Saat berkomen di media sosial secukupnya saja, sewajarnya saja. Apa yang dirasakan oleh hati pribadi tidak perlu dipaksakan harus orang lain merasakan. Apalagi ini kasus yang memang cukup sensitif," pungkas Sari. (Foto: Rifkianto Nugroho)











































